BAB 9
TANTANGAN PERKOTAAN
Dyah
Ayu Putri Kusuma
Magister Ilmu Lingkungan_debora.dyahayu@gmail.com
I.
Pertumbuhan Kota-Kota
Abad ini sering disebut sebagai abad
“revolusi perkotaan”, dimana jumlah penduduk perkotaan meningkat dengan jumlah
yang signifikan. Di negara-negara jumlah penduduk perkotaan meningkat dua kali
lipat, sedangkan di negara berkembang jumlahnya meningkat hingga empat kali
lipat. Disisi lain, jumlah penduduk pedesaan pun meningkat dengan signifikan,
sekitar dua kali lipat. Hal ini menimbulkan kekuatiran akan munculnya megacity utamanya dinegara-negara
berkembang jika laju urbanisasi tidak juga dapat diperlambat. Proyeksi ini
menunjukkan besarnya tantangan perkotaan di negara-negara berkembang pada masa
yang akan datang,hal ini dikarenakan tingginya tingkat urbanisasi dan laju
pertumbuhan penduduk yang terjadi harus diimbangi peningkatan kapasitas suatu
kota untuk menghasilkan dan mengelola infrastruktur, pelayanan, dan perumahan
perkotaan yang ditujukan bagi kehidupan manusia yang memadai seperti air
bersih, sanitasi, sekolah dan transportasi.
Keterbatasan pemerintah kota di negara-negara berkembang dalam hal stabiltas ekonomi, wewenang,
sumber daya dan tenaga terlatih untuk melayani penduduk mereka yang berkembang
secara cepat menjadikan munculnya kemungkinan krisis bagi kota-kota Dunia
Ketiga. Dampak yang mungkin ditimbulkan antara lain adalah menjamurnya permukiman
liar dengan fasilitas minim; munculnya berbagai macam penyakit akibat kondisi
lingkungan yang buruk (seperti penyakit pernapasan akut, tbc, parasit usus, dan
berbagai penyakit yang berhubungan dengan buruknya tingkat sanitasi dan air
minum yang terkontaminasi) dan biasanya bersifat endemik; masalah pencemaran
udara, air, kebisingan dan limbah padat; penataan ruang kota yang berbasis
ekonomi yang menciptakan kesenjangan antara pembangunan berkelanjutan dengan
kebutuhan perkotaan akan ruang untuk menampung segala kegiatan yang terjadi di
dalamnya.
Sedangkan situasi yang ada di kota-kota
negara industri juga mengisyaratkan hal yang serius, antara lain mereka harus
menghadapi kondisi infrastruktur yang memburuk, perusakan lingkungan, inner-city decay dan melemahnya ikatan
kerukuntetanggaan, terperangkapnya golongan rasial tertetu/sukual dalam spiral
degradasi dan kemiskinan. Akan tetapi sebagian besar negara industri memiliki cara
dan sumber daya untuk mengatasi berbagai permasalahan ini, seperti kepemilikan
teknologi maju, kondisi perekonomian nasional yang kuat dan infrastruktur kelembagaan
yang baik. Beberapa permasalahan yang sudah teratasi antara lain permasalahan
permukiman perkotaan yang berada di tengah-tengah pencemaran yang berat
walaupun dengan kecepatan pemulihan yang cenderung bervariasi antara dan di
dalam kota; perbaikan kualitas udara akibat berkurangnya emisi partikel dan
sulfur oksida; menurunnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor, standar emisi
bagi kendaraan baru yang diperketat, meningkatnya penghematan penggunaan bahan
bakar, membaiknya sistem pengelolaan lalu lintas sangat membantu mengurangi dampak
lalulintas perkotaan di negara indutri. Hal
ini berebeda dengan kondisi negara berkembang, yang diindikasikan akan
menghadapi krisis perkotaan yang berat.
II.
Tantangan Perkotaan di Negara-Negara Berkembang
Dalam suatu
negara, terdapat pusat-pusat pertumbuhan yang saling terhubung melalui
jaring-jaring ekonomi dan jaring-jaring sosial. Sangan ideal jika antar
jaring-jaring tersebut terdapat keseimbangan, karena ketidakseimbangan yang
diakibatkan oleh munculnya satu atau dua kota besar yang mengalami pertumbuhan
mencolok akan mengakibatkan perbedaan antarregional. Beberapa kebijakan seperti
kebijakan makroekonomi, kebijakan sektoral, dan kebijakan sosial seringkali
bertentangan dengan prinsip desentralisasi yang diharapkan.
Dengan adanya
strategi yang jelas, semua bangsa dapat mulai mereorientasikan kebijaksanaan
ekonomi sentral dan kebijaksanaan sektoral utamanya yang sekarang menciptakan
tumbuhnya megakota, memburuknya kondisi perkotaan negara-negara Dunia Ketiga,
dan memicu munculnya kemiskinan. Strategi nasional yang jelas dapat pula secara
efektif meningkatkan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan perkotaan kecil dan
sedang, memperkokoh pemerintah daerah, serta mendirikan fasilitas dan jasa yang
diperlukan untuk menarik investasi bagi percepatan pembangunan “daerah
belakang”.
Pembangunan
perkotaan bukan hal yang sifatnya linier atau hanya berpatokan pada model
standar, peluang pembangunan pun sifatnya spesifik bagi setiap kota, untuk
itulah peran pemerintah daerah sangat diperlukan. Meskipun bantuan teknik dari
lembaga-lembaga di pusat mungkin diperlukan, hanya pemerintah daerah yang kuat
yang akan dapat memastikan bahwa kebutuhan, kebiasaan, bentuk kota, prioritas
sosial, dan kondisi lingkungan daerah tersebut tercermin dalam perencanaan
daerah bagi pembangunan perkotaan. Namun tantangan terbesar yang dihadapi oleh
pemerintah daerah di negara berkembang adalah kesulitan untuk mendapatkan
pendapatan yang cukup untuk membiayai pengeluaran rutin, apalagi untuk
melakukan investasi baru untuk meningkatkan pelayanan dan fasilitas. Dalam
dasawarsa terakhir diindilasi adanya kecenderungan pemerintah pusat malah
mengurangi kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam nilai nyata, hal inilah
yang semakin menguatnya sentralisasi dan berlanjutnya kelemahan baik di tingkat
pemerintah pusat maupun tingkat daerah.
Perkotaan
secara terbatas menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduknya, sehingga
penduduk harus menciptakan sumber pendapatan mereka sendiri. Upaya masyarakat
itu menghasilkan pertumbuhan yang cepat yang disebut “sektor informal”. Untuk
itu masalah sebenarnya bagi penduduk perkotaan bukanlah kekurangan pekerjaan (underemployment) namun lebih bersifat
rendahnya pembayaran (underpayment). Peran
pemerintah sangat diperlukan dalam mendukung adanya sektor informal yang
membantu mempercepat pertumbuhan kota, antara lain dengan menjadi rekan dan
sponsor masyarakat yang menjadi pembangun utama kota mereka sendiri.
Permukiman
perkotaan bagi penduduk miskin memiliki tiga ciri antara lain akomodasi yang
tidak memiliki infrastruktur yang lengkap dan memadai atau sama sekali tidak
ada; penghuninya tinggal berdesak-desakan sehingga memudahkan berjangkitnya
penyakit menular ; penduduk miskin biasanya membangun diatas tanah yang bukan
diperuntukkan bagi kawasan permukiman perkotaan akibat keterbatasan kemampuan
ekonomi. Dengan kecenderungan urbanisasi seperti yang telah dijelaskan diawal,
pemerintah harus mengambil langkah nyata dan ikut campur dalam hal penyediaan
perumahan bagi kaum miskin perkotaan. Perbaikan besar dalam berbagai bidang
terkait pennyediaan permukiman bagi kaum miskin perkotaan memang membutuhkan
biaya yang besar, namun dapat pula ditempuh strategi yang relatif murah dengan
mendorong golongan masyarakat berpendapat rendah untuk berpartisipasi penuh
dalam menentukan apa yang mereka butuhkan, dalam menentukan sumbangan apa yang
dapat mereka berikan pada pelayanan baru tersebut, dan dalam mengerjakan pekerjaan
dengan tenaga mereka sendiri. Kerjasama ini bergantung pada terbentuknya hubungan
baru antara warga dengan pemerintah yang disebutkan pada paragraf sebelumnya.
Pemanfaatan
sumberdaya secara maksimal juga dapat merupakan salah satu solusi untuk
mengatasi krisis perkotaan, hal ini dikarenakan pemanfaatan lahan perkotaan
yang tepat dan efektif akan menigkatkan nilai lahan dan juga berdampak pada
kesejahteraan masyarakat kota. Hal ini pun sifatnya sangat spesifik bagi tiap
kota, sehingga sebaiknya wewenang pemerintah daerah dalam memaksimalkan potensi
sumberdaya dan lahan perkotaan diberi ruang yang lebih luas.
III.
Kerjasama Internasional
Kerjasama antar
negara-negara berkembang secara bersama-sama dapat berbuat banyak untuk
mengembangkan berbagai gagasan kebijaksanaan, program, dan lembaga yang
diperlukan untuk mengatasi krisis perkotaan yang sama-sama dialami. Selain
kerjasama antar negara berkembang, kerjasama internasional pun sangat
dibutuhkan. Hal ini dikarenakan banyak badan teknik dibawah PBB yang memiliki
landasan pengetahuan yang tepat untuk memainkan peranan penting berupa memberi saran
dan dukungan kepada pemerintah, sehingga krisis perkotaan yang menjadi
tantangan bagi negara-negara berkembang dapat diatasi.
Halaman
459-472
Menanam Investasi Untuk Hari Depan Kita
Ditinjau dari
segi ekonomi, perkembangan kota-kota besar baik di negara maju maupun berkembang
yang merusak lingkungan dapat menimbulkan biaya lingkungan. Biaya lingkungan
sendiri dibedakan menjadi biaya pencegahan dan biaya penanggulangan/ biaya
pemulihan. Negara-negara berkembang yang tidak menginvestasikan sebagian dari
biaya pembangunan untuk biaya pencegahan kerusakan lingkungan, akan membayar
lebih besar untuk biaya pemulihan akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Biaya pencegahan kerusakan lingkungan dapat nyata dilakukan oleh industri
dengan mengembangkan produk baru, proses baru, dan penggunaan sumber daya
lainnya yang lebih sedikit per satuan keluaran.
Negara-negara
berkembang membutuhkan peningkatan dukungan keuangan yang berasal dari
sumber-sumber internasional bagi pemulihan kembali, perlindungan, dan perbaikan
lingkungan, serta untuk membantu negara berkembang melewati periode transisi
yang diperlukan bagi pembangunan berkesinambungan. Badan PBB melalui Bank
dunia, IMF, Masyarakat Ekonomi Eropa, organisasi Negara Pengekspor Minyak, dan
badan-badan PBB lainnya dapat menjadi alat utama bagi kerjasama pembangunan
antara negara-negara industri dan negara berkembang. Antara lain terdapat dua hal yang dapat dilakukan terkait hal ini :
1.
Reorientasi lembaga-lembaga
keuangan multilateral
Dalam melakukan dukungan keuangan bagi negara-negara berkembang dalam
bidang lingkungan, lembaga-lembaga keuangan multilateral memiliki landasan.
Pada tahun 1980, telah disahkan suatu Deklarasi Kebijakan Lingkungan dan
Prosedur Yang Berkaitan dengan Pembangunan Ekonomi. Sejak itu mereka telah
mengadakan pertemuan dan konsultasi melalui Komite Lembaga Pembangunan
Internasional untuk Lingkungan (Committee
of International Development Institutions on the Environment, CIDIE).
Sebagian telah memiliki kebijaksanaan dan pedoman proyek yang jelas untuk
memasukkan pertimbangan dan asesmen lingkungan ke dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan mereka, namun hanya sedikit yang telah menunjuk staf
berikut sumberdaya untuk mengimplementasikannya.
2.
Pengorientasian
kembali badan-badan bantuan bilateral
Total bantuan pembangunan resmi yang disalurkan melalui
badan-badan bantuan bilateral saat ini hampir mencapai empat kali lipat
daripada yang disalurkan melalui organisasi-organisasi internasional. Usulan
program bagi bantuan bilateral khusus dalam sektor pertanian, kehutanan,
energi, industri, permukiman penduduk dan sumberdaya genetik untuk mendukung
pembangunan berkesinambungan.
3.
Sumber-sumber penerimaan
baru dan pendanaan otomatis
Sumber penerimaan baru yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan antara lain adalah sumbangan sukarela. Sumbangan ini diberikan
secara sukarela dari para pemerintah dengan memberikan keluwesan pada sistem
penerimaan, namun sumbangan itu tidak dapat disesuaikan dengan segera untuk
memenuhi kebutuhan baru atau kebutuhan yang meningkat. Dan karena sifatnya yang
sukarela, arus dana tersebut sukar diperhitungkan. Komitmennya pun juga
berjangka sangat pendek, karena janji-janji kesediaannya biasanya dibuat hanya
satu atau dua tahun di muka. Akibatnya, dana sukarela tersebut memberikan
sedikit keamanan atau landasan bagi perencanaan yang efektif dan pengelolaan
aksi internasional yang memerlukan upaya berjangka lebih panjang. Dengan adanya
berbagai keterbatasan tersebut, maka perlu dipertimbangkan bermacam pendekatan
baru maupun sumber-sumber penerimaan baru bagi pendanaan aksi internasional
yang mendukung pembangunan berkesinambungan. Berbagai
sumber potensi penerimaan baru antara lain:
·
Penerimaan dari pemanfaatan
bagian bumi milik bersama (dari penangkapan ikan dan transportasi di laut, dari
penambangan dasar laut, sumberdaya di antartika,dll)
·
Pajak terhadap perdagangan
internasional (seperti pajak perdagangan umum, pajak terhadap ekspor yang invisible,
terhadap surplus neraca perdagangan,dll)
·
Tindakan-tindakan keuangan
internasional (misalnya hubungan antara special drawing rights dan keuangan
pembangunan, cadangan dan penjualan emas milik IMF)
No comments:
Post a Comment