Isu
Kependudukan, Lingkungan Hidup,
dan
Sistem Pemerintahan
Dyah
Ayu Putri Kusuma
-- Isu
Lingkungan Dalam Pembangunan –
Magister
Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro
Pendahuluan
Permasalahan
lingkungan hidup mendapat perhatian yang besar dihampir semua negara di dunia
dalam dasawarsa 1970 an. Ini terjadi setelah diadakan Konperensi PBB tentang
Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972.
Terdapat kesan bahwa
masalah lingkungan hidup adalah suatu hal yang baru. Namun sebenarnya,
permasalahan itu telah ada sejak manusia ada di bumi. Oleh sebab itu faktor
yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan hidup adalah besarnya
populasi manusia.
Pertumbuhan populasi
manusia yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan pangan, bahan bakar, tempat
pemukiman, dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga bertambah dengan
cepat. Pertumbuhan populasi manusia telah mengakibatkan perubahan yang besar
dalam lingkungan hidup.
Permasalahan
lingkungan hidup menjadi besar karena kemajuan teknologi. Akan tetapi yang
harus diingat bahwa teknologi bukan saja dapat merusak lingkungan, melainkan
diperlukan juga untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Contoh: Mesin mobil
yang tidak menggunakan bahan bakar fosil (bensin), tetapi menggunakan gas.
Pertumbuhan populasi
manusia menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan
hutan, pencemaran, erosi, dan lain-lain; karena manusia selalu berinteraksi
(inter-related) dengan makhluk hidup lainnya dan benda mati dalam lingkungan.
Ini dilakukan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam upaya
mempertahankan jenis dan keturunannya.
Pemenuhan kebutuhan
manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan lingkungan yang berbentuk
pengelolaan lingkungan hidup. Melalui pengelolaan lingkungan hidup, terjadi
hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Ini
berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi, terutama tentang konsep hubungan
timbal balik (inter-related) antara lingkungan biofisik dengan lingkungan
sosial. Dengan demikian apabila membicarakan lingkungan hidup, maka konsep
ekologi akan selalu terkait, sehingga permasalahan lingkungan hidup adalah
permasalahan ekologi.
Penduduk dan Lingkungan
Ketidakberimbangan
Supply Demand Dalam Dua Kutub
Pertumbuhan
Masalah kependudukan
dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang kini sedang
dihadapi bangsa Indonesia, khususnya maupun negara-negara lainnya di dunia
umumnya. Brown (1992:265-280), menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup dan
kependudukan yaitu masalah pencemaran lingkungan fisik, desertifikasi,
deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-sumber alam, serta berbagai
fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin menujukkan peningkatan yang
signifikan. Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda penanganan masalah
lingkungan yang bijak. Namun juga merupakan “warning” bagi kehidupan, bahwa kondisi lingkungan hidup sedang
berada pada tahap memprihatinkan. Seandainya tidak dilakukan upaya
penanggulangan secara serius, maka dalam jangka waktu tertentu kehidupan ini
akan musnah. Hal ini terjadi menurut Soemarwoto (1991:1), karena lingkungan
(alam) tidak mampu lagi mendukung kehidupan manusia.
Padatnya penduduk
suatu daerah akan menyebabkan ruang gerak suatu daerah semakin terciut, dan hal
ini disebabkan manusia merupakan bagian dari ekosistem, dimana manusia hidup
dengan mengekploitasi lingkungannya. Pertumbuhan penduduk yang cepat
meningkatkan permintaan (demand) terhadap
sumber daya alam. Pada saat yang sama meningkatnya konsumsi yang disebabkan
oleh membengkaknya jumlah penduduk yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
semakin berkurangnya produktifitas sumber daya alam (supply). Menurut Wijono (1998:5) kondisi sebagaimana digambarkan
tersebut dapat mengandung sebuah konsekuensi, yaitu berubahnya salah satu atau
beberapa komponen dalam ekosistem, mengakibatkan perubahan pada interaksi
komponen-komponen itu, sehingga struktur organisasi dan sifat-sifat fungsional
ekosistem akan berubah pula.
Dalam perspektif
historis tentang kependudukan dan dampak lingkungan Derek Lewlyn dan Jones
(dalam Alfi, 1990:22) melakukan penelitian di kota Sidney di Australia,
berdasarkan hasil penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa sebenarnya
keseimbangan ekologi itu tidak kekal. Kota Sidney yang dulunya sangat asri
dengan tatanan lingkungan kota yang nyaman, tetapi mulai periode 80-an,
semuanya telah berubah menjadi tidak nyaman lagi. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut menandakan bahwa perkembangan penduduk sedikit banyak akan
mempengaruhi lingkungan hidup baik fisik maupun non fisik. Dari kenyataan
sejarah menurut Derek Lewlyn dan Jones, sebenarnya krisis lingkungan hidup yang
terjadi pada masyarakat modern ini sebagai dari peledakan penduduk dan kemajuan
teknologi modern, sudah dimulai ratusan tahun lalu. Berdasarkan hal ini maka
dapat dikatakan bahwa perkembangan penduduk dunia dilihat dari perspektif
sejarah sebenarnya mempunyai tiga tahapan transisi yang biasa diistilahkan
dengan konsep “Demographis Transition”. Tiga
transisi itu adalah:
1.
Pra-transition;
2.
Transition;
3.
Post
transition.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Derek Lewlyn dan Jones, bahwa
dalam masyarakat pra-transition, tingkat kematian dan tingkat kelahiran sama
tinggi. Masyarakat-masyarakat semacam ini masih ada dalam kehidupan masyarakat
modern, seperti di Afrika, Amerika Latin dan sebagian Asia. Masyarakat transition, rata-rata
tingkat kematian mulai menurun, terutama tingkat kematian bayi dan anak-anak.
Akibat dari keadaan ini maka tingkat kelahiran meningkat; lebih banyak
anak-anak hidup mencapai usia produktif. Pada tingkat akhir masa transition ini
tingkat kelahiran juga menurun sebagai akibat dari pelaksanaan “birth control”. Pada umumnya sebagian
negara berkembang berada pada tingkat transition. Sementara itu pada masyarakat
post-transition rata-rata tingkat kelahiran dan kematian rendah. Hal ini
disebabkan jumlah bayi dan anak-anak sampai pada tingkat minimum sekali.
Tahapan transisi dalam pertumbuhan penduduk ini membawa dampak kepada
keseimbangan lingkungan.Artinya bahwa semakin cepat pertumbuhan penduduk, maka
akan membawa akibat kepada tekanan yang kuat terhadap sumber daya alam. Seperti
meningkatnya kebutuhan pangan, air bersih, pemukiman dan sebagainya. Sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan antara persediaan sumber daya alam dengan
kebutuhan manusia.
Pertambahan penduduk yang cepat, makin lama makin meningkat
hingga akhirnya memadati muka bumi. Hal ini membawa akibat serius terhadap
rentetan masalah besar yang membentur keseimbangan sumber daya alam. Karena
bagaimanapun juga setiap menusia tidak lepas dari bermacam-macam kebutuhan
mulai dari yang pokok hingga sampai pada kebutuhan pelengkap. Sedangkan semua
kebutuhan yang diperlukan oleh manusia sangat banyak dan tidak terbatas,
sementara itu kebutuhan yang diperlukan baru akan terpenuhi manakala siklus dan
cadangan-cadangan sumber daya alam masih mampu dan mencukupi. Tetapi akan lain
jadinya jika angka pertumbuhan penduduk kian melewati batas siklus ataupun
jumlah cadangan sumber-sumber kebutuhan. Andaikata kondisi perkembangan
demikian tidak diupayakan penanganan secara serius maka pada saatnya akan
terjadi suatu masa krisis. Lebih parah lagi sebagaimana dikemukakan diatas
adalah terjadinya bencana yang dapat memusnahkan kehidupan manusia.
Dilihat dari perspektif ekologis bahwa pertumbuhan penduduk
yang cepat dapat berdampak kepada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh. Menurut
Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak kepadatan penduduk sebagai
akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian lingkungan
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya Jumlah Timbulan Limbah
Meningkatnya limbah
rumah tangga sering disebut dengan limbah domestik. Dengan naiknya kepadatan
penduduk berarti jumlah orang persatuan luas bertambah. Karena itu jumlah
produksi limbah persatuan luas juga bertambah. Dapat juga dikatakan di daerah
dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi konsentrasi produksi limbah. Pertumbuhan
penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang
melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri dan transport
menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport.
2. Meningkatnya Kebutuhan pangan
Akibat
pertambahan penduduk juga mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan
kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan intensifikasi lahan pertanian, antara
lain dengan mengunakan pupuk pestisida, yang merupakan sumber pencemaran. Untuk
masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, maka
seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan pertanian juga akan
meningkat. Sehingga ekploitasi hutan untuk membuka lahan pertanian
baru banyak dilakukan. Akibatnya daya dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi
mereka para peladang berpindah, dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang
sedemikian cepat, berarti menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan juga
meningkat. Akibatnya proses
pemulihan lahan mengalami percepatan.
3.
Meningkatnya Demand
Terhadap Sumber Daya Alam
Makin besar jumlah
penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber daya. Untuk penduduk agraris,
meningkatnya kebutuhan sumber daya ini terutama lahan dan air. Dengan
berkembangnya teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya lain juga
meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan makin meningkatnya
kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber daya. Penyusutan sumber
daya berkaitan erat dengan pencemaran.
Berdasarkan pendapat
yang kemukakan oleh Soemarwoto, maka tidaklah berlebihan bahwa dampak kepadatan
penduduk terhadap kualitas lingkungan sangatlah besar. Indonesia sebagai sebuah
negara yang jumlah penduduknya sangat besar juga sedang menghadapi problematika
besar tentang masalah kualitas lingkungan. Masalah yang dihadapi ini akan
semakin kompleks karena lajunya pertumbuhan penduduk tidak bisa ditekan dalam
pengertian bahwa secara alamiah jumlah penduduk dari waktu ke waktu terus
bertambah, disamping itu juga tingkat pencemaran (air dan udara), tekanan
terhadap lahan pertanian, rendahnya kesadaran lingkungan, banyaknya pemilik HPH
yang tidak bertanggungjawab, dan tidak konsistennya Pemerintah dalam menegakkan
hukum akan semakin mempercepat penurunan mutu lingkungan secara makro. Hal ini
terjadi menurut Abdullah (2002:20) karena adanya perilaku manusia yang tidak
bertanggungjawab dan hanya mementingkan kepentingan diri sendiri.
Akibat yang lebih
jauh atas permasalahan tersebut adalah problematika yang muncul tidak hanya
sebatas pada satu sisi kependudukan saja, tetapi juga daya dukung lingkungan
terhadap kelangsungan hidup secara seimbang. Akhirnya sampai pada satu titik
terminologi akan terjadi ‘keasenjangan’. Keadaan ini sangat mungkin terjadi
karena daya dukung lingkungan (supply)
tidak lagi mampu menopang kebutuhan hidup manusia(demand). Sementara manusia dengan dengan jumlah yang terus
meningkat dari waktu kewaktu membutuhkan ketersediaannya bahan kebutuhan yang
disediakan oleh alam. Disisi lain, karena pemanfaatan sumber daya alam tidak
mengindahkan eko-efisien, dan cenderung mengabaikan kelestariannya maka
berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya alam. Perkembang selanjutnya akan
terjadi ketimpangan antara kebutuhan yang harus disediakan alam, dengan
kemampuan alam sendiri untuk menyediakan. Ketidakmampuan alam dalam menyediakan
kebutuhan manusia maka pada gilirannya akan berakibat pada malapetaka. Melihat
kondisi yang demikian maka satu hal yang harus mendapat perhatian adalah
bagaimana mengupayakan jalinan hubungan harmonis antara pemenuhan kebutuhan
manusia dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam dan diharapkan daya
dukung lingkungan tetap tersedia terutama dalam menopang laju pertumbuhan
penduduk yang makin hari terus mengalami peningkatan.
Berpacu
Mendapatkan Pangan, Green Revolution?
Kesulitan –
kesulitan hidup yang dialami oleh Negara berkembang semakin bertambah parah
dengan disertai tingkat pertumbuhan penduduk yang mencapai 3% di beberapa
Negara. Akibatnya banyak Negara (sedang berkembang) melakukan segala upaya
untuk mendapatkan pangan yang cukup bagi rakyatnya. Apabila, misalnya penduduk
bertambah 3% per tahun, seharusnya tingkat pendapatan pangan pun dicapai
sebesar 3% untuk waktu yang lama
Sedangkan di Negara
maju produksi pangan bias mengalami kenaikan per kapita, maka di Negara
berkembang pertambahan produksi yang terjadi hampir seluruhnya terserap oleh
kenaikan jumlah penduduk. Karenanya berbagai kebijakan dantindakan yang
ditempuh oleh pemerintah-pemerintah di Negara berkembang hamper tidak kelihatan
wujudnya akibat kendala pertumbuhan penduduk yang makin merajalela.
Ketika terjadi Green Revolution yaitu revolusi di
bidang peningkatan pertanian yang dicanangkan sejak tahun 60-an, dunia merasa
optimis bahwa penduduk di Negara berkembang akan terbebas dari kelaparan.
Pencapaian produksi pangan akan berhasil mengungguli tingkat pertumbuhan
penduduk.berbagai pemikiran dan peningkatan melalui teknologi pertanian yang
serba mekanis dikerahan.
Melalui Green Revolution diproduksi pupuk
organic, obat-obatan proteksi pertanian/tanaman, bibit unggul,
Menumbuhkan Sikap
Good Governance Dan Mencegah Praktek Bad Governance Terhadap Lingkungan
Untuk menyelamatkan
kehidupan manusia dari kepunahan karena tidak cukupnya daya dukung lingkungan,
maka perlu adanya suatu kebijakan untuk menyeimbangkan antara kuantitas
penduduk dengan kualitas lingkungan, yaitu Pemerintah harus benar-benar serius
memberi perhatian terhadap kelestarian lingkungan.
Berdasarkan
pengamatan selama ini pemerintah cenderung menutup mata terhadap kerusakan
lingkungan yang semakin hari semakin menunjukkan frekwensi meningkat. Seolah
menganggap bahwa faktor lingkungan adalah merupakan beban pembangunan, sehingga
tidak perlu mendapat perhatian. Toh sumber daya alam diciptakan Tuhan untuk
dimanfaatkan, tetapi lupa bahwa disamping dimanfaatkan untuk seluas-luasnya
bagi kesejahteraan manusia juga harus tetap menjaga kelestariannya. Sehingga
bukan hanya berorientasi mengejar keuntungan saat ini, tanpa memperhatikan dan
mempertimbangkan kelangsungan untuk anak cucu kelak. Memberikan perlindungan
terhadap pemegang HPH yang melakukan penebangan hutan tanpa aturan, mem-backup
para pengusaha dengan kategori jelek dalam penanganan limbah industrinya adalah
bentuk dari praktek “bad governance”.
Praktek “bad
governance” tersebut seyogyanya tidak harus terjadi, hal ini mengingat
bagaimanapun juga, lingkungan bagi kehidupan manusia adalah segala-galanya.
Tanpa adanya dukungan dari lingkungan yang cukup, maka jangan harap ada
kehidupan dimuka bumi ini. Karena itu upaya penyelarasan antara pertumbuhan
penduduk yang diikuti oleh peningkatan pemenuhan kebutuhan dan meningkatnya
ketergantungannya kepada sumber daya alam, dengan tetap memelihara
kelestariannya adalah suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pemerintah
harus mempelopori semangat cinta lingkungan dalam bentuk penegakan hukum dan
aturan sebaik-baiknya, perencanaan pembangunan yang mempertimbangkan dampak
lingkungan, maupun memberdayakan partisipasi masyarakat dalam pelestarian
lingkungan.
Demikian juga dengan
usaha penekanan laju pertumbuhan penduduk juga harus tetap dipertahankan,
sehingga akan terjadi keseimbangan antara kuantitas kebutuhan dengan kualitas
sumber daya alam. Tanpa kepeloporan pemerintah dalam menegakkan aturan
pelestarian sumber daya alam, maka mustahil upaya menangani permasalahan
kependudukan dan kerusakan lingkungan bisa terwujud. Pengalaman selama ini
pemerintahan Orde Baru yang begitu besar memberikan kebebasan dan kelonggaran
kepada para perusak lingkungan, untuk selanjutnya jangan sampai terulang
kembali. Namun demikian upaya meminimalkan munculnya ketidak seimbangan daya
dukung lingkungan bukan sepebuhnya ditangan pemerintah, masyarakat luas umumnya
dan para pengusaha yang bersinggungan dengan lingkungan khususnya harus
ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, sehingga
kemungkinan timbulnya “collapse” dapat dihindari.
Masalah lingkungan hidup dan kependudukan yang sedang dialami Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia menurut Arkanudin (2001:35), tidak hanya menyangkut masalah fisik semata-mata seperti geografis, jumlah penduduk dan lain-lain, tetapi juga masalah kultural dan masalah filosofi yang menentukan kelangsungan kehidupan manusia pada masa depan. Dengan demikian tahap pemecahannya tidak saja menyangkut masalah teknik praktis, tetapi juga melalui pendekatan etik yang bersumber kepada nilai-nilai kultural dan religius secara konseptual yang mampu memberikan perspektif transendent.
Masalah lingkungan hidup dan kependudukan yang sedang dialami Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia menurut Arkanudin (2001:35), tidak hanya menyangkut masalah fisik semata-mata seperti geografis, jumlah penduduk dan lain-lain, tetapi juga masalah kultural dan masalah filosofi yang menentukan kelangsungan kehidupan manusia pada masa depan. Dengan demikian tahap pemecahannya tidak saja menyangkut masalah teknik praktis, tetapi juga melalui pendekatan etik yang bersumber kepada nilai-nilai kultural dan religius secara konseptual yang mampu memberikan perspektif transendent.
Dalam upaya mencari
solusi pemecahannya dalam penanganan masalah lingkungan hidup dan kependudukan,
harus dilakukan secara interdisiplinary atau multidisciplinary, yang akan
melahirkan imaginasi, inovasi dan kreatifitas tinggi dalam menciptakan
model-model, cara-cara dan kebijakan baru khususnya maupun didalam menentukan
arah pembangunan secara makro pada umumnya. Selama ini orientasi pembangunan
yang dikejar adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga
kondisi demikian bukan saja mengacaukan efiesiensi dan produktifitas, tetapi
juga mengacau peningkatan kualitas hidup manusia dengan segala dimensinya.
Demikian juga dengan kebijakan dalam bidang alih teknologi, bukan saja mengarah
kepada eksploitability, tetapi juga mengarah kepada apa yang bersifat
peningkatan teknologi dengan menekankan konservasi, recycling dan renewability.
Langkah efektif dalam memecahkan permasalahan lingkungan hidup dan kependudukan adalah mengkaitkannya dengan perspektif kultural dan religius. Hal ini mengingat bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya adalah beragama yang terbingkai oleh berbagai macam kultur. Langkah ini akan dapat secara langsung membentuk arah filsafati, pandangan dan tingkah laku mereka, yaitu tidak hanya sebatas meletakkan kerangka instrumental etik dalam upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga dapat menumbuhkan kesadaran dalam diri kita masing-masing akan pentinnya nilai instrinsik bagi alam atau lingkungan hidup sebagai hak asasi yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Artinya bahwa dalam dimensi etik lingkungan yang bersifat instrinsik, sikap kesadaran ekologikal selalu mengembangkan “self transendent perspektif” (Sudjana, 1998:87-110). Yang menuntu adanya pengujian efek dari kegiatan manusia terhadap lainnya, seperti terhadap makhluk hidup, lingkungan alamiah, generasi mendatang dan keseimbangan ekosistem lainnya.
Langkah efektif dalam memecahkan permasalahan lingkungan hidup dan kependudukan adalah mengkaitkannya dengan perspektif kultural dan religius. Hal ini mengingat bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya adalah beragama yang terbingkai oleh berbagai macam kultur. Langkah ini akan dapat secara langsung membentuk arah filsafati, pandangan dan tingkah laku mereka, yaitu tidak hanya sebatas meletakkan kerangka instrumental etik dalam upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga dapat menumbuhkan kesadaran dalam diri kita masing-masing akan pentinnya nilai instrinsik bagi alam atau lingkungan hidup sebagai hak asasi yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Artinya bahwa dalam dimensi etik lingkungan yang bersifat instrinsik, sikap kesadaran ekologikal selalu mengembangkan “self transendent perspektif” (Sudjana, 1998:87-110). Yang menuntu adanya pengujian efek dari kegiatan manusia terhadap lainnya, seperti terhadap makhluk hidup, lingkungan alamiah, generasi mendatang dan keseimbangan ekosistem lainnya.
Kesadaran etik dan
self transcending memberikan suatu dasar moralitas dan perspektif bagi terciptanya
suatu masyarakat yang lebih adil, damai, lebih partisippatoris dan bersifat
sustainable. Hingga akhirnya menimbulkan kesadaran bahwa kehidupan manusia dan
lingkungan harus dilestarikan dan ditingkatkan kualitasnya karena nilai
instrinsiknya.
Penutup
Persoalan kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Terjadinya kerusakan lingkungan sehingga yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan sumber daya alam, dapat berdampak kepada kehidupan manusia secara makro. Sehingga dalam tataran selanjutnya, ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya alam dapat menyebabkan kehancuran seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan secara bijak guna tetap mempertahan kelestarian dan kualitas lingkungan. Konsep good governance adalah alternatif yang tepat, karena dengan konsep ini coba dilakukan penyeimbangan antara kuantitas pertumbuhan penduduk dengan segala kebutuhannya, dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan. Hingga akhirnya diperoleh suatu keseimbangan yang ideal antara laju pertumbuhan penduduk dengan kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa Depan, Upaya Meniti Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Alfi, Nurhadi. 1990. Islam dan Tradisi Jawa Tentang Lingkungan Hidup, Kependudukan, dan Kualitas Manusia, Dalam: Jurnal LPPM-UNS, Septembar.
Arkanudin. 2001. Perubahan Sosial Peladang Berpindah Dayak Ribun Parindu Sanggau Kalimantan Barat, Bandung: Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran
Brown, Lester R. 1992. Tantangan Masalah Lingkungan Hidup (Bagaimana Membangunan Masyarakat Manusia Berdasarkan Kesinambungan Lingkungan Hidup yang Sehat), Diterjemahkan oleh S. Maimoen, Jakarta: Yayasan Obor.
Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian (Proses Perubahan Ekologi di Indonesia), Jakarta: Bhrata Karya Aksara.
Jones, Gavin W. 1993. Population, Environment and Sustainable Development in Indonesia, Dalam: Warta Demografi, Tahun XX Nomor 40, Desember.
Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cetakan ke 5, Bandung: Penerbitan Djambatan
Soetaryono, Retno. 1998. Dalam Prakteknya Kebijakan Lingkungan Membebani Rakyat, Dalam: Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1.
Sudjana, Eggi. 1998. HAM, Demokrasi dan Lingkungan Hidup (Perspektif Islam), Bogor: Yayasan As-Syahidah.
Wijono, Nur Hadi. 1998. Interaksi Penduduk dan Lingkungan, Dalam Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1..
Penutup
Persoalan kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Terjadinya kerusakan lingkungan sehingga yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan sumber daya alam, dapat berdampak kepada kehidupan manusia secara makro. Sehingga dalam tataran selanjutnya, ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya alam dapat menyebabkan kehancuran seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan secara bijak guna tetap mempertahan kelestarian dan kualitas lingkungan. Konsep good governance adalah alternatif yang tepat, karena dengan konsep ini coba dilakukan penyeimbangan antara kuantitas pertumbuhan penduduk dengan segala kebutuhannya, dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan. Hingga akhirnya diperoleh suatu keseimbangan yang ideal antara laju pertumbuhan penduduk dengan kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa Depan, Upaya Meniti Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Alfi, Nurhadi. 1990. Islam dan Tradisi Jawa Tentang Lingkungan Hidup, Kependudukan, dan Kualitas Manusia, Dalam: Jurnal LPPM-UNS, Septembar.
Arkanudin. 2001. Perubahan Sosial Peladang Berpindah Dayak Ribun Parindu Sanggau Kalimantan Barat, Bandung: Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran
Brown, Lester R. 1992. Tantangan Masalah Lingkungan Hidup (Bagaimana Membangunan Masyarakat Manusia Berdasarkan Kesinambungan Lingkungan Hidup yang Sehat), Diterjemahkan oleh S. Maimoen, Jakarta: Yayasan Obor.
Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian (Proses Perubahan Ekologi di Indonesia), Jakarta: Bhrata Karya Aksara.
Jones, Gavin W. 1993. Population, Environment and Sustainable Development in Indonesia, Dalam: Warta Demografi, Tahun XX Nomor 40, Desember.
Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cetakan ke 5, Bandung: Penerbitan Djambatan
Soetaryono, Retno. 1998. Dalam Prakteknya Kebijakan Lingkungan Membebani Rakyat, Dalam: Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1.
Sudjana, Eggi. 1998. HAM, Demokrasi dan Lingkungan Hidup (Perspektif Islam), Bogor: Yayasan As-Syahidah.
Wijono, Nur Hadi. 1998. Interaksi Penduduk dan Lingkungan, Dalam Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1..
No comments:
Post a Comment