Thursday, January 26, 2012

Isu Kependudukan, Lingkungan Hidup, dan Sistem Pemerintahan


Isu Kependudukan, Lingkungan Hidup,
dan Sistem Pemerintahan
Dyah Ayu Putri Kusuma
-- Isu Lingkungan Dalam Pembangunan –
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro


Pendahuluan
Permasalahan lingkungan hidup mendapat perhatian yang besar dihampir semua negara di dunia dalam dasawarsa 1970 an. Ini terjadi setelah diadakan Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972.
Terdapat kesan bahwa masalah lingkungan hidup adalah suatu hal yang baru. Namun sebenarnya, permasalahan itu telah ada sejak manusia ada di bumi. Oleh sebab itu faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan hidup adalah besarnya populasi manusia.
Pertumbuhan populasi manusia yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman, dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi manusia telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam lingkungan hidup.
Permasalahan lingkungan hidup menjadi besar karena kemajuan teknologi. Akan tetapi yang harus diingat bahwa teknologi bukan saja dapat merusak lingkungan, melainkan diperlukan juga untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Contoh: Mesin mobil yang tidak menggunakan bahan bakar fosil (bensin), tetapi menggunakan gas.
Pertumbuhan populasi manusia menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan hutan, pencemaran, erosi, dan lain-lain; karena manusia selalu berinteraksi (inter-related) dengan makhluk hidup lainnya dan benda mati dalam lingkungan. Ini dilakukan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam upaya mempertahankan jenis dan keturunannya.
Pemenuhan kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan lingkungan yang berbentuk pengelolaan lingkungan hidup. Melalui pengelolaan lingkungan hidup, terjadi hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Ini berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi, terutama tentang konsep hubungan timbal balik (inter-related) antara lingkungan biofisik dengan lingkungan sosial. Dengan demikian apabila membicarakan lingkungan hidup, maka konsep ekologi akan selalu terkait, sehingga permasalahan lingkungan hidup adalah permasalahan ekologi.

Penduduk dan Lingkungan
Ketidakberimbangan Supply Demand Dalam Dua Kutub Pertumbuhan
Masalah kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang kini sedang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya maupun negara-negara lainnya di dunia umumnya. Brown (1992:265-280), menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup dan kependudukan yaitu masalah pencemaran lingkungan fisik, desertifikasi, deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-sumber alam, serta berbagai fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin menujukkan peningkatan yang signifikan. Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda penanganan masalah lingkungan yang bijak. Namun juga merupakan “warning” bagi kehidupan, bahwa kondisi lingkungan hidup sedang berada pada tahap memprihatinkan. Seandainya tidak dilakukan upaya penanggulangan secara serius, maka dalam jangka waktu tertentu kehidupan ini akan musnah. Hal ini terjadi menurut Soemarwoto (1991:1), karena lingkungan (alam) tidak mampu lagi mendukung kehidupan manusia.
Padatnya penduduk suatu daerah akan menyebabkan ruang gerak suatu daerah semakin terciut, dan hal ini disebabkan manusia merupakan bagian dari ekosistem, dimana manusia hidup dengan mengekploitasi lingkungannya. Pertumbuhan penduduk yang cepat meningkatkan permintaan (demand) terhadap sumber daya alam. Pada saat yang sama meningkatnya konsumsi yang disebabkan oleh membengkaknya jumlah penduduk yang pada akhirnya akan berpengaruh pada semakin berkurangnya produktifitas sumber daya alam (supply). Menurut Wijono (1998:5) kondisi sebagaimana digambarkan tersebut dapat mengandung sebuah konsekuensi, yaitu berubahnya salah satu atau beberapa komponen dalam ekosistem, mengakibatkan perubahan pada interaksi komponen-komponen itu, sehingga struktur organisasi dan sifat-sifat fungsional ekosistem akan berubah pula.
Dalam perspektif historis tentang kependudukan dan dampak lingkungan Derek Lewlyn dan Jones (dalam Alfi, 1990:22) melakukan penelitian di kota Sidney di Australia, berdasarkan hasil penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa sebenarnya keseimbangan ekologi itu tidak kekal. Kota Sidney yang dulunya sangat asri dengan tatanan lingkungan kota yang nyaman, tetapi mulai periode 80-an, semuanya telah berubah menjadi tidak nyaman lagi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menandakan bahwa perkembangan penduduk sedikit banyak akan mempengaruhi lingkungan hidup baik fisik maupun non fisik. Dari kenyataan sejarah menurut Derek Lewlyn dan Jones, sebenarnya krisis lingkungan hidup yang terjadi pada masyarakat modern ini sebagai dari peledakan penduduk dan kemajuan teknologi modern, sudah dimulai ratusan tahun lalu. Berdasarkan hal ini maka dapat dikatakan bahwa perkembangan penduduk dunia dilihat dari perspektif sejarah sebenarnya mempunyai tiga tahapan transisi yang biasa diistilahkan dengan konsep “Demographis Transition”. Tiga transisi itu adalah:
1.       Pra-transition;
2.       Transition;
3.       Post transition.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Derek Lewlyn dan Jones, bahwa dalam masyarakat pra-transition, tingkat kematian dan tingkat kelahiran sama tinggi. Masyarakat-masyarakat semacam ini masih ada dalam kehidupan masyarakat modern, seperti di Afrika, Amerika Latin dan sebagian Asia. Masyarakat transition, rata-rata tingkat kematian mulai menurun, terutama tingkat kematian bayi dan anak-anak. Akibat dari keadaan ini maka tingkat kelahiran meningkat; lebih banyak anak-anak hidup mencapai usia produktif. Pada tingkat akhir masa transition ini tingkat kelahiran juga menurun sebagai akibat dari pelaksanaan “birth control”. Pada umumnya sebagian negara berkembang berada pada tingkat transition. Sementara itu pada masyarakat post-transition rata-rata tingkat kelahiran dan kematian rendah. Hal ini disebabkan jumlah bayi dan anak-anak sampai pada tingkat minimum sekali. Tahapan transisi dalam pertumbuhan penduduk ini membawa dampak kepada keseimbangan lingkungan.Artinya bahwa semakin cepat pertumbuhan penduduk, maka akan membawa akibat kepada tekanan yang kuat terhadap sumber daya alam. Seperti meningkatnya kebutuhan pangan, air bersih, pemukiman dan sebagainya. Sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara persediaan sumber daya alam dengan kebutuhan manusia.
Pertambahan penduduk yang cepat, makin lama makin meningkat hingga akhirnya memadati muka bumi. Hal ini membawa akibat serius terhadap rentetan masalah besar yang membentur keseimbangan sumber daya alam. Karena bagaimanapun juga setiap menusia tidak lepas dari bermacam-macam kebutuhan mulai dari yang pokok hingga sampai pada kebutuhan pelengkap. Sedangkan semua kebutuhan yang diperlukan oleh manusia sangat banyak dan tidak terbatas, sementara itu kebutuhan yang diperlukan baru akan terpenuhi manakala siklus dan cadangan-cadangan sumber daya alam masih mampu dan mencukupi. Tetapi akan lain jadinya jika angka pertumbuhan penduduk kian melewati batas siklus ataupun jumlah cadangan sumber-sumber kebutuhan. Andaikata kondisi perkembangan demikian tidak diupayakan penanganan secara serius maka pada saatnya akan terjadi suatu masa krisis. Lebih parah lagi sebagaimana dikemukakan diatas adalah terjadinya bencana yang dapat memusnahkan kehidupan manusia.
Dilihat dari perspektif ekologis bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat dapat berdampak kepada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh. Menurut Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak kepadatan penduduk sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian lingkungan adalah sebagai berikut:
1.       Meningkatnya Jumlah Timbulan Limbah
Meningkatnya limbah rumah tangga sering disebut dengan limbah domestik. Dengan naiknya kepadatan penduduk berarti jumlah orang persatuan luas bertambah. Karena itu jumlah produksi limbah persatuan luas juga bertambah. Dapat juga dikatakan di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi konsentrasi produksi limbah. Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport.
2.       Meningkatnya Kebutuhan pangan
Akibat pertambahan penduduk juga mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan intensifikasi lahan pertanian, antara lain dengan mengunakan pupuk pestisida, yang merupakan sumber pencemaran. Untuk masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, maka seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan pertanian juga akan meningkat. Sehingga ekploitasi hutan untuk membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan. Akibatnya daya dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang berpindah, dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat, berarti menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan juga meningkat. Akibatnya proses pemulihan lahan mengalami percepatan.
3.       Meningkatnya Demand Terhadap Sumber Daya Alam
Makin besar jumlah penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber daya. Untuk penduduk agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya ini terutama lahan dan air. Dengan berkembangnya teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya lain juga meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan makin meningkatnya kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber daya. Penyusutan sumber daya berkaitan erat dengan pencemaran.
Berdasarkan pendapat yang kemukakan oleh Soemarwoto, maka tidaklah berlebihan bahwa dampak kepadatan penduduk terhadap kualitas lingkungan sangatlah besar. Indonesia sebagai sebuah negara yang jumlah penduduknya sangat besar juga sedang menghadapi problematika besar tentang masalah kualitas lingkungan. Masalah yang dihadapi ini akan semakin kompleks karena lajunya pertumbuhan penduduk tidak bisa ditekan dalam pengertian bahwa secara alamiah jumlah penduduk dari waktu ke waktu terus bertambah, disamping itu juga tingkat pencemaran (air dan udara), tekanan terhadap lahan pertanian, rendahnya kesadaran lingkungan, banyaknya pemilik HPH yang tidak bertanggungjawab, dan tidak konsistennya Pemerintah dalam menegakkan hukum akan semakin mempercepat penurunan mutu lingkungan secara makro. Hal ini terjadi menurut Abdullah (2002:20) karena adanya perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab dan hanya mementingkan kepentingan diri sendiri.
Akibat yang lebih jauh atas permasalahan tersebut adalah problematika yang muncul tidak hanya sebatas pada satu sisi kependudukan saja, tetapi juga daya dukung lingkungan terhadap kelangsungan hidup secara seimbang. Akhirnya sampai pada satu titik terminologi akan terjadi ‘keasenjangan’. Keadaan ini sangat mungkin terjadi karena daya dukung lingkungan (supply) tidak lagi mampu menopang kebutuhan hidup manusia(demand). Sementara manusia dengan dengan jumlah yang terus meningkat dari waktu kewaktu membutuhkan ketersediaannya bahan kebutuhan yang disediakan oleh alam. Disisi lain, karena pemanfaatan sumber daya alam tidak mengindahkan eko-efisien, dan cenderung mengabaikan kelestariannya maka berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya alam. Perkembang selanjutnya akan terjadi ketimpangan antara kebutuhan yang harus disediakan alam, dengan kemampuan alam sendiri untuk menyediakan. Ketidakmampuan alam dalam menyediakan kebutuhan manusia maka pada gilirannya akan berakibat pada malapetaka. Melihat kondisi yang demikian maka satu hal yang harus mendapat perhatian adalah bagaimana mengupayakan jalinan hubungan harmonis antara pemenuhan kebutuhan manusia dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam dan diharapkan daya dukung lingkungan tetap tersedia terutama dalam menopang laju pertumbuhan penduduk yang makin hari terus mengalami peningkatan.

Berpacu Mendapatkan Pangan, Green Revolution?
Kesulitan – kesulitan hidup yang dialami oleh Negara berkembang semakin bertambah parah dengan disertai tingkat pertumbuhan penduduk yang mencapai 3% di beberapa Negara. Akibatnya banyak Negara (sedang berkembang) melakukan segala upaya untuk mendapatkan pangan yang cukup bagi rakyatnya. Apabila, misalnya penduduk bertambah 3% per tahun, seharusnya tingkat pendapatan pangan pun dicapai sebesar 3% untuk waktu yang lama
Sedangkan di Negara maju produksi pangan bias mengalami kenaikan per kapita, maka di Negara berkembang pertambahan produksi yang terjadi hampir seluruhnya terserap oleh kenaikan jumlah penduduk. Karenanya berbagai kebijakan dantindakan yang ditempuh oleh pemerintah-pemerintah di Negara berkembang hamper tidak kelihatan wujudnya akibat kendala pertumbuhan penduduk yang makin merajalela.
Ketika terjadi Green Revolution yaitu revolusi di bidang peningkatan pertanian yang dicanangkan sejak tahun 60-an, dunia merasa optimis bahwa penduduk di Negara berkembang akan terbebas dari kelaparan. Pencapaian produksi pangan akan berhasil mengungguli tingkat pertumbuhan penduduk.berbagai pemikiran dan peningkatan melalui teknologi pertanian yang serba mekanis dikerahan.
Melalui Green Revolution diproduksi pupuk organic, obat-obatan proteksi pertanian/tanaman, bibit unggul,

Menumbuhkan Sikap Good Governance Dan Mencegah Praktek Bad Governance Terhadap Lingkungan

Untuk menyelamatkan kehidupan manusia dari kepunahan karena tidak cukupnya daya dukung lingkungan, maka perlu adanya suatu kebijakan untuk menyeimbangkan antara kuantitas penduduk dengan kualitas lingkungan, yaitu Pemerintah harus benar-benar serius memberi perhatian terhadap kelestarian lingkungan.
Berdasarkan pengamatan selama ini pemerintah cenderung menutup mata terhadap kerusakan lingkungan yang semakin hari semakin menunjukkan frekwensi meningkat. Seolah menganggap bahwa faktor lingkungan adalah merupakan beban pembangunan, sehingga tidak perlu mendapat perhatian. Toh sumber daya alam diciptakan Tuhan untuk dimanfaatkan, tetapi lupa bahwa disamping dimanfaatkan untuk seluas-luasnya bagi kesejahteraan manusia juga harus tetap menjaga kelestariannya. Sehingga bukan hanya berorientasi mengejar keuntungan saat ini, tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan kelangsungan untuk anak cucu kelak. Memberikan perlindungan terhadap pemegang HPH yang melakukan penebangan hutan tanpa aturan, mem-backup para pengusaha dengan kategori jelek dalam penanganan limbah industrinya adalah bentuk dari praktek “bad governance”.
Praktek “bad governance” tersebut seyogyanya tidak harus terjadi, hal ini mengingat bagaimanapun juga, lingkungan bagi kehidupan manusia adalah segala-galanya. Tanpa adanya dukungan dari lingkungan yang cukup, maka jangan harap ada kehidupan dimuka bumi ini. Karena itu upaya penyelarasan antara pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh peningkatan pemenuhan kebutuhan dan meningkatnya ketergantungannya kepada sumber daya alam, dengan tetap memelihara kelestariannya adalah suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pemerintah harus mempelopori semangat cinta lingkungan dalam bentuk penegakan hukum dan aturan sebaik-baiknya, perencanaan pembangunan yang mempertimbangkan dampak lingkungan, maupun memberdayakan partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan.
Demikian juga dengan usaha penekanan laju pertumbuhan penduduk juga harus tetap dipertahankan, sehingga akan terjadi keseimbangan antara kuantitas kebutuhan dengan kualitas sumber daya alam. Tanpa kepeloporan pemerintah dalam menegakkan aturan pelestarian sumber daya alam, maka mustahil upaya menangani permasalahan kependudukan dan kerusakan lingkungan bisa terwujud. Pengalaman selama ini pemerintahan Orde Baru yang begitu besar memberikan kebebasan dan kelonggaran kepada para perusak lingkungan, untuk selanjutnya jangan sampai terulang kembali. Namun demikian upaya meminimalkan munculnya ketidak seimbangan daya dukung lingkungan bukan sepebuhnya ditangan pemerintah, masyarakat luas umumnya dan para pengusaha yang bersinggungan dengan lingkungan khususnya harus ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, sehingga kemungkinan timbulnya “collapse” dapat dihindari.
Masalah lingkungan hidup dan kependudukan yang sedang dialami Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia menurut Arkanudin (2001:35), tidak hanya menyangkut masalah fisik semata-mata seperti geografis, jumlah penduduk dan lain-lain, tetapi juga masalah kultural dan masalah filosofi yang menentukan kelangsungan kehidupan manusia pada masa depan. Dengan demikian tahap pemecahannya tidak saja menyangkut masalah teknik praktis, tetapi juga melalui pendekatan etik yang bersumber kepada nilai-nilai kultural dan religius secara konseptual yang mampu memberikan perspektif transendent.
Dalam upaya mencari solusi pemecahannya dalam penanganan masalah lingkungan hidup dan kependudukan, harus dilakukan secara interdisiplinary atau multidisciplinary, yang akan melahirkan imaginasi, inovasi dan kreatifitas tinggi dalam menciptakan model-model, cara-cara dan kebijakan baru khususnya maupun didalam menentukan arah pembangunan secara makro pada umumnya. Selama ini orientasi pembangunan yang dikejar adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga kondisi demikian bukan saja mengacaukan efiesiensi dan produktifitas, tetapi juga mengacau peningkatan kualitas hidup manusia dengan segala dimensinya. Demikian juga dengan kebijakan dalam bidang alih teknologi, bukan saja mengarah kepada eksploitability, tetapi juga mengarah kepada apa yang bersifat peningkatan teknologi dengan menekankan konservasi, recycling dan renewability.
Langkah efektif dalam memecahkan permasalahan lingkungan hidup dan kependudukan adalah mengkaitkannya dengan perspektif kultural dan religius. Hal ini mengingat bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya adalah beragama yang terbingkai oleh berbagai macam kultur. Langkah ini akan dapat secara langsung membentuk arah filsafati, pandangan dan tingkah laku mereka, yaitu tidak hanya sebatas meletakkan kerangka instrumental etik dalam upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga dapat menumbuhkan kesadaran dalam diri kita masing-masing akan pentinnya nilai instrinsik bagi alam atau lingkungan hidup sebagai hak asasi yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Artinya bahwa dalam dimensi etik lingkungan yang bersifat instrinsik, sikap kesadaran ekologikal selalu mengembangkan “self transendent perspektif” (Sudjana, 1998:87-110). Yang menuntu adanya pengujian efek dari kegiatan manusia terhadap lainnya, seperti terhadap makhluk hidup, lingkungan alamiah, generasi mendatang dan keseimbangan ekosistem lainnya.
Kesadaran etik dan self transcending memberikan suatu dasar moralitas dan perspektif bagi terciptanya suatu masyarakat yang lebih adil, damai, lebih partisippatoris dan bersifat sustainable. Hingga akhirnya menimbulkan kesadaran bahwa kehidupan manusia dan lingkungan harus dilestarikan dan ditingkatkan kualitasnya karena nilai instrinsiknya.

Penutup
Persoalan kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Terjadinya kerusakan lingkungan sehingga yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan sumber daya alam, dapat berdampak kepada kehidupan manusia secara makro. Sehingga dalam tataran selanjutnya, ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya alam dapat menyebabkan kehancuran seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan secara bijak guna tetap mempertahan kelestarian dan kualitas lingkungan. Konsep good governance adalah alternatif yang tepat, karena dengan konsep ini coba dilakukan penyeimbangan antara kuantitas pertumbuhan penduduk dengan segala kebutuhannya, dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan. Hingga akhirnya diperoleh suatu keseimbangan yang ideal antara laju pertumbuhan penduduk dengan kelestarian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa Depan, Upaya Meniti Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Alfi, Nurhadi. 1990. Islam dan Tradisi Jawa Tentang Lingkungan Hidup, Kependudukan, dan Kualitas Manusia, Dalam: Jurnal LPPM-UNS, Septembar.

Arkanudin. 2001. Perubahan Sosial Peladang Berpindah Dayak Ribun Parindu Sanggau Kalimantan Barat,
Bandung: Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran

Brown, Lester R. 1992. Tantangan Masalah Lingkungan Hidup (Bagaimana Membangunan Masyarakat Manusia Berdasarkan Kesinambungan Lingkungan Hidup yang Sehat), Diterjemahkan oleh S. Maimoen,
Jakarta: Yayasan Obor.

Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian (Proses Perubahan Ekologi di Indonesia),
Jakarta: Bhrata Karya Aksara.

Jones, Gavin W. 1993. Population, Environment and Sustainable Development in
Indonesia, Dalam: Warta Demografi, Tahun XX Nomor 40, Desember.

Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cetakan ke 5,
Bandung: Penerbitan Djambatan

Soetaryono, Retno. 1998. Dalam Prakteknya Kebijakan Lingkungan Membebani Rakyat, Dalam:
Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1.

Sudjana, Eggi. 1998. HAM, Demokrasi dan Lingkungan Hidup (Perspektif Islam),
Bogor: Yayasan As-Syahidah.

Wijono, Nur Hadi. 1998. Interaksi Penduduk dan Lingkungan, Dalam Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1..

No comments:

Post a Comment