Isu Kependudukan, Lingkungan Hidup,
dan Sistem Pemerintahan
Dyah Ayu Putri Kusuma
-- Isu Lingkungan Dalam Pembangunan –
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro
Pendahuluan
Permasalahan
lingkungan hidup mendapat perhatian yang besar dihampir semua negara di dunia
dalam dasawarsa 1970 an. Ini terjadi setelah diadakan Konperensi PBB tentang
Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972.
Terdapat
kesan bahwa masalah lingkungan hidup adalah suatu hal yang baru. Namun
sebenarnya, permasalahan itu telah ada sejak manusia ada di bumi. Oleh sebab
itu faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan hidup adalah
besarnya populasi manusia.
Pertumbuhan
populasi manusia yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan pangan, bahan bakar,
tempat pemukiman, dan lain kebutuhan serta limbah domestik juga bertambah
dengan cepat. Pertumbuhan populasi manusia telah mengakibatkan perubahan yang
besar dalam lingkungan hidup.
Permasalahan
lingkungan hidup menjadi besar karena kemajuan teknologi. Akan tetapi yang
harus diingat bahwa teknologi bukan saja dapat merusak lingkungan, melainkan
diperlukan juga untuk mengatasi masalah lingkungan hidup. Contoh: Mesin mobil
yang tidak menggunakan bahan bakar fosil (bensin), tetapi menggunakan gas.
Pertumbuhan
populasi manusia menyebabkan timbulnya permasalahan lingkungan, seperti:
kerusakan hutan, pencemaran, erosi, dan lain-lain; karena manusia selalu
berinteraksi (inter-related) dengan makhluk hidup lainnya dan benda mati dalam
lingkungan. Ini dilakukan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
dalam upaya mempertahankan jenis dan keturunannya.
Pemenuhan
kebutuhan manusia dapat terpenuhi karena adanya pemanfaatan lingkungan yang
berbentuk pengelolaan lingkungan hidup. Melalui pengelolaan lingkungan hidup,
terjadi hubungan timbal balik antara lingkungan biofisik dengan lingkungan
sosial. Ini berarti sudah berkaitan dengan konsep ekologi, terutama tentang
konsep hubungan timbal balik (inter-related) antara lingkungan biofisik dengan
lingkungan sosial. Dengan demikian apabila membicarakan lingkungan hidup, maka
konsep ekologi akan selalu terkait, sehingga permasalahan lingkungan hidup
adalah permasalahan ekologi.
Penduduk dan Lingkungan
Ketidakberimbangan Supply Demand
Dalam Dua Kutub Pertumbuhan
Masalah
kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang
kini sedang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya maupun negara-negara lainnya
di dunia umumnya. Brown (1992:265-280), menyatakan bahwa masalah lingkungan
hidup dan kependudukan yaitu masalah pencemaran lingkungan fisik,
desertifikasi, deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-sumber alam,
serta berbagai fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin menujukkan
peningkatan yang signifikan. Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda
penanganan masalah lingkungan yang bijak. Namun juga merupakan “warning” bagi kehidupan, bahwa kondisi
lingkungan hidup sedang berada pada tahap memprihatinkan. Seandainya tidak
dilakukan upaya penanggulangan secara serius, maka dalam jangka waktu tertentu
kehidupan ini akan musnah. Hal ini terjadi menurut Soemarwoto (1991:1), karena
lingkungan (alam) tidak mampu lagi mendukung kehidupan manusia.
Padatnya
penduduk suatu daerah akan menyebabkan ruang gerak suatu daerah semakin
terciut, dan hal ini disebabkan manusia merupakan bagian dari ekosistem, dimana
manusia hidup dengan mengekploitasi lingkungannya. Pertumbuhan penduduk yang
cepat meningkatkan permintaan (demand)
terhadap sumber daya alam. Pada saat yang sama meningkatnya konsumsi yang
disebabkan oleh membengkaknya jumlah penduduk yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada semakin berkurangnya produktifitas sumber daya alam (supply). Menurut Wijono (1998:5) kondisi
sebagaimana digambarkan tersebut dapat mengandung sebuah konsekuensi, yaitu
berubahnya salah satu atau beberapa komponen dalam ekosistem, mengakibatkan
perubahan pada interaksi komponen-komponen itu, sehingga struktur organisasi
dan sifat-sifat fungsional ekosistem akan berubah pula.
Dalam
perspektif historis tentang kependudukan dan dampak lingkungan Derek Lewlyn dan
Jones (dalam Alfi, 1990:22) melakukan penelitian di kota Sidney di Australia,
berdasarkan hasil penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa sebenarnya
keseimbangan ekologi itu tidak kekal. Kota Sidney yang dulunya sangat asri
dengan tatanan lingkungan kota yang nyaman, tetapi mulai periode 80-an,
semuanya telah berubah menjadi tidak nyaman lagi. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut menandakan bahwa perkembangan penduduk sedikit banyak akan
mempengaruhi lingkungan hidup baik fisik maupun non fisik. Dari kenyataan
sejarah menurut Derek Lewlyn dan Jones, sebenarnya krisis lingkungan hidup yang
terjadi pada masyarakat modern ini sebagai dari peledakan penduduk dan kemajuan
teknologi modern, sudah dimulai ratusan tahun lalu. Berdasarkan hal ini maka
dapat dikatakan bahwa perkembangan penduduk dunia dilihat dari perspektif
sejarah sebenarnya mempunyai tiga tahapan transisi yang biasa diistilahkan
dengan konsep “Demographis Transition”. Tiga
transisi itu adalah:
1. Pra-transition;
2. Transition;
3. Post transition.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Derek Lewlyn
dan Jones, bahwa dalam masyarakat pra-transition, tingkat kematian dan tingkat
kelahiran sama tinggi. Masyarakat-masyarakat semacam ini masih ada dalam
kehidupan masyarakat modern, seperti di Afrika, Amerika Latin dan sebagian Asia. Masyarakat transition, rata-rata
tingkat kematian mulai menurun, terutama tingkat kematian bayi dan anak-anak.
Akibat dari keadaan ini maka tingkat kelahiran meningkat; lebih banyak
anak-anak hidup mencapai usia produktif. Pada tingkat akhir masa transition ini
tingkat kelahiran juga menurun sebagai akibat dari pelaksanaan “birth control”. Pada umumnya sebagian
negara berkembang berada pada tingkat transition. Sementara itu pada masyarakat
post-transition rata-rata tingkat kelahiran dan kematian rendah. Hal ini
disebabkan jumlah bayi dan anak-anak sampai pada tingkat minimum sekali.
Tahapan transisi dalam pertumbuhan penduduk ini membawa dampak kepada
keseimbangan lingkungan.Artinya bahwa semakin cepat pertumbuhan penduduk, maka
akan membawa akibat kepada tekanan yang kuat terhadap sumber daya alam. Seperti
meningkatnya kebutuhan pangan, air bersih, pemukiman dan sebagainya. Sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan antara persediaan sumber daya alam dengan
kebutuhan manusia.
Pertambahan penduduk yang cepat, makin
lama makin meningkat hingga akhirnya memadati muka bumi. Hal ini membawa akibat
serius terhadap rentetan masalah besar yang membentur keseimbangan sumber daya
alam. Karena bagaimanapun juga setiap menusia tidak lepas dari bermacam-macam
kebutuhan mulai dari yang pokok hingga sampai pada kebutuhan pelengkap.
Sedangkan semua kebutuhan yang diperlukan oleh manusia sangat banyak dan tidak
terbatas, sementara itu kebutuhan yang diperlukan baru akan terpenuhi manakala
siklus dan cadangan-cadangan sumber daya alam masih mampu dan mencukupi. Tetapi
akan lain jadinya jika angka pertumbuhan penduduk kian melewati batas siklus
ataupun jumlah cadangan sumber-sumber kebutuhan. Andaikata kondisi perkembangan
demikian tidak diupayakan penanganan secara serius maka pada saatnya akan
terjadi suatu masa krisis. Lebih parah lagi sebagaimana dikemukakan diatas
adalah terjadinya bencana yang dapat memusnahkan kehidupan manusia.
Dilihat dari perspektif ekologis bahwa
pertumbuhan penduduk yang cepat dapat berdampak kepada meningkatnya kepadatan
penduduk, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara
menyeluruh. Menurut Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak
kepadatan penduduk sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap
kelestarian lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatnya
Jumlah Timbulan Limbah
Meningkatnya
limbah rumah tangga sering disebut dengan limbah domestik. Dengan naiknya
kepadatan penduduk berarti jumlah orang persatuan luas bertambah. Karena itu
jumlah produksi limbah persatuan luas juga bertambah. Dapat juga dikatakan di
daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi konsentrasi produksi
limbah. Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi
dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri
dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport.
2.
Meningkatnya
Kebutuhan pangan
Akibat pertambahan penduduk juga
mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat
dipenuhi dengan intensifikasi lahan pertanian, antara lain dengan mengunakan
pupuk pestisida, yang merupakan sumber pencemaran. Untuk masyarakat pedesaan
yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, maka seiring dengan
pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan pertanian juga akan meningkat. Sehingga
ekploitasi hutan untuk membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan. Akibatnya
daya dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang berpindah,
dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat, berarti
menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan juga meningkat. Akibatnya proses pemulihan lahan
mengalami percepatan.
3.
Meningkatnya Demand
Terhadap Sumber Daya Alam
Makin besar
jumlah penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber daya. Untuk penduduk
agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya ini terutama lahan dan air. Dengan
berkembangnya teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya lain juga
meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan makin meningkatnya
kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber daya. Penyusutan sumber
daya berkaitan erat dengan pencemaran.
Berdasarkan
pendapat yang kemukakan oleh Soemarwoto, maka tidaklah berlebihan bahwa dampak
kepadatan penduduk terhadap kualitas lingkungan sangatlah besar. Indonesia
sebagai sebuah negara yang jumlah penduduknya sangat besar juga sedang
menghadapi problematika besar tentang masalah kualitas lingkungan. Masalah yang
dihadapi ini akan semakin kompleks karena lajunya pertumbuhan penduduk tidak
bisa ditekan dalam pengertian bahwa secara alamiah jumlah penduduk dari waktu
ke waktu terus bertambah, disamping itu juga tingkat pencemaran (air dan
udara), tekanan terhadap lahan pertanian, rendahnya kesadaran lingkungan,
banyaknya pemilik HPH yang tidak bertanggungjawab, dan tidak konsistennya
Pemerintah dalam menegakkan hukum akan semakin mempercepat penurunan mutu
lingkungan secara makro. Hal ini terjadi menurut Abdullah (2002:20) karena
adanya perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab dan hanya mementingkan
kepentingan diri sendiri.
Akibat yang
lebih jauh atas permasalahan tersebut adalah problematika yang muncul tidak
hanya sebatas pada satu sisi kependudukan saja, tetapi juga daya dukung
lingkungan terhadap kelangsungan hidup secara seimbang. Akhirnya sampai pada
satu titik terminologi akan terjadi ‘keasenjangan’. Keadaan ini sangat mungkin
terjadi karena daya dukung lingkungan (supply)
tidak lagi mampu menopang kebutuhan hidup manusia(demand). Sementara manusia dengan dengan jumlah yang terus
meningkat dari waktu kewaktu membutuhkan ketersediaannya bahan kebutuhan yang
disediakan oleh alam. Disisi lain, karena pemanfaatan sumber daya alam tidak
mengindahkan eko-efisien, dan cenderung mengabaikan kelestariannya maka
berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya alam. Perkembang selanjutnya akan
terjadi ketimpangan antara kebutuhan yang harus disediakan alam, dengan
kemampuan alam sendiri untuk menyediakan. Ketidakmampuan alam dalam menyediakan
kebutuhan manusia maka pada gilirannya akan berakibat pada malapetaka. Melihat
kondisi yang demikian maka satu hal yang harus mendapat perhatian adalah
bagaimana mengupayakan jalinan hubungan harmonis antara pemenuhan kebutuhan
manusia dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam dan diharapkan daya
dukung lingkungan tetap tersedia terutama dalam menopang laju pertumbuhan
penduduk yang makin hari terus mengalami peningkatan.
Berpacu Mendapatkan Pangan, Green
Revolution?
Kesulitan –
kesulitan hidup yang dialami oleh Negara berkembang semakin bertambah parah
dengan disertai tingkat pertumbuhan penduduk yang mencapai 3% di beberapa
Negara. Akibatnya banyak Negara (sedang berkembang) melakukan segala upaya
untuk mendapatkan pangan yang cukup bagi rakyatnya. Apabila, misalnya penduduk
bertambah 3% per tahun, seharusnya tingkat pendapatan pangan pun dicapai
sebesar 3% untuk waktu yang lama
Sedangkan di
Negara maju produksi pangan bias mengalami kenaikan per kapita, maka di Negara
berkembang pertambahan produksi yang terjadi hampir seluruhnya terserap oleh
kenaikan jumlah penduduk. Karenanya berbagai kebijakan dantindakan yang
ditempuh oleh pemerintah-pemerintah di Negara berkembang hamper tidak kelihatan
wujudnya akibat kendala pertumbuhan penduduk yang makin merajalela.
Ketika
terjadi Green Revolution yaitu
revolusi di bidang peningkatan pertanian yang dicanangkan sejak tahun 60-an,
dunia merasa optimis bahwa penduduk di Negara berkembang akan terbebas dari
kelaparan. Pencapaian produksi pangan akan berhasil mengungguli tingkat
pertumbuhan penduduk.berbagai pemikiran dan peningkatan melalui teknologi
pertanian yang serba mekanis dikerahan.
Melalui Green Revolution diproduksi pupuk
organic, obat-obatan proteksi pertanian/tanaman, bibit unggul, selain itu juga
munculnya teknologi irigasi dan kredit bagi petani yang sepintas seperti
menunjukan keberhasilan peningkatan pangan dari sisi pertanian. Namun demikian,
hal tersebut bertentangan dengang kenyataan bahwa tingkat kelaparan dan
kemiskinan semakin meningkat per tahunnya. Adapun beberapa factor penyabab kegagaln
pemicu pertumbuhan pangan di Negara berkembang antara lain:
1.
Tingginya
kenaikan jumlah penduduk
2.
Factor
sumber daya tanah, air, energy dan pupuk yang semakin langka, dll.
Berbagai
Alternatif Solusi
Solusi Dalam Perspektif
Sistem Pemerintahan: Menumbuhkan Sikap Good
Governance Dan Mencegah Praktek Bad
Governance Terhadap Lingkungan
Untuk menyelamatkan kehidupan manusia
dari kepunahan karena tidak cukupnya daya dukung lingkungan, maka perlu adanya
suatu kebijakan untuk menyeimbangkan antara kuantitas penduduk dengan kualitas
lingkungan, yaitu Pemerintah harus benar-benar serius memberi perhatian
terhadap kelestarian lingkungan.
Berdasarkan pengamatan selama ini
pemerintah cenderung menutup mata terhadap kerusakan lingkungan yang semakin
hari semakin menunjukkan frekwensi meningkat. Seolah menganggap bahwa faktor
lingkungan adalah merupakan beban pembangunan, sehingga tidak perlu mendapat
perhatian. Toh sumber daya alam diciptakan Tuhan untuk dimanfaatkan, tetapi
lupa bahwa disamping dimanfaatkan untuk seluas-luasnya bagi kesejahteraan
manusia juga harus tetap menjaga kelestariannya. Sehingga bukan hanya
berorientasi mengejar keuntungan saat ini, tanpa memperhatikan dan
mempertimbangkan kelangsungan untuk anak cucu kelak. Memberikan perlindungan
terhadap pemegang HPH yang melakukan penebangan hutan tanpa aturan, mem-backup
para pengusaha dengan kategori jelek dalam penanganan limbah industrinya adalah
bentuk dari praktek “bad governance”.
Praktek “bad governance” tersebut
seyogyanya tidak harus terjadi, hal ini mengingat bagaimanapun juga, lingkungan
bagi kehidupan manusia adalah segala-galanya. Tanpa adanya dukungan dari
lingkungan yang cukup, maka jangan harap ada kehidupan dimuka bumi ini. Karena
itu upaya penyelarasan antara pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh
peningkatan pemenuhan kebutuhan dan meningkatnya ketergantungannya kepada
sumber daya alam, dengan tetap memelihara kelestariannya adalah suatu yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pemerintah harus mempelopori semangat cinta
lingkungan dalam bentuk penegakan hukum dan aturan sebaik-baiknya, perencanaan
pembangunan yang mempertimbangkan dampak lingkungan, maupun memberdayakan
partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan.
Demikian juga dengan usaha penekanan laju
pertumbuhan penduduk juga harus tetap dipertahankan, sehingga akan terjadi
keseimbangan antara kuantitas kebutuhan dengan kualitas sumber daya alam. Tanpa
kepeloporan pemerintah dalam menegakkan aturan pelestarian sumber daya alam,
maka mustahil upaya menangani permasalahan kependudukan dan kerusakan
lingkungan bisa terwujud. Pengalaman selama ini pemerintahan Orde Baru yang
begitu besar memberikan kebebasan dan kelonggaran kepada para perusak
lingkungan, untuk selanjutnya jangan sampai terulang kembali. Namun demikian
upaya meminimalkan munculnya ketidak seimbangan daya dukung lingkungan bukan
sepebuhnya ditangan pemerintah, masyarakat luas umumnya dan para pengusaha yang
bersinggungan dengan lingkungan khususnya harus ditumbuhkan kesadaran akan
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, sehingga kemungkinan timbulnya
“collapse” dapat dihindari.
Masalah lingkungan hidup dan kependudukan yang sedang dialami Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia menurut Arkanudin (2001:35), tidak hanya menyangkut masalah fisik semata-mata seperti geografis, jumlah penduduk dan lain-lain, tetapi juga masalah kultural dan masalah filosofi yang menentukan kelangsungan kehidupan manusia pada masa depan. Dengan demikian tahap pemecahannya tidak saja menyangkut masalah teknik praktis, tetapi juga melalui pendekatan etik yang bersumber kepada nilai-nilai kultural dan religius secara konseptual yang mampu memberikan perspektif transendent.
Masalah lingkungan hidup dan kependudukan yang sedang dialami Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia menurut Arkanudin (2001:35), tidak hanya menyangkut masalah fisik semata-mata seperti geografis, jumlah penduduk dan lain-lain, tetapi juga masalah kultural dan masalah filosofi yang menentukan kelangsungan kehidupan manusia pada masa depan. Dengan demikian tahap pemecahannya tidak saja menyangkut masalah teknik praktis, tetapi juga melalui pendekatan etik yang bersumber kepada nilai-nilai kultural dan religius secara konseptual yang mampu memberikan perspektif transendent.
Dalam upaya mencari solusi pemecahannya
dalam penanganan masalah lingkungan hidup dan kependudukan, harus dilakukan secara
interdisiplinary atau multidisciplinary, yang akan melahirkan imaginasi,
inovasi dan kreatifitas tinggi dalam menciptakan model-model, cara-cara dan
kebijakan baru khususnya maupun didalam menentukan arah pembangunan secara
makro pada umumnya. Selama ini orientasi pembangunan yang dikejar adalah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga kondisi demikian bukan
saja mengacaukan efiesiensi dan produktifitas, tetapi juga mengacau peningkatan
kualitas hidup manusia dengan segala dimensinya. Demikian juga dengan kebijakan
dalam bidang alih teknologi, bukan saja mengarah kepada eksploitability, tetapi
juga mengarah kepada apa yang bersifat peningkatan teknologi dengan menekankan
konservasi, recycling dan renewability.
Langkah efektif dalam memecahkan
permasalahan lingkungan hidup dan kependudukan adalah mengkaitkannya dengan
perspektif kultural dan religius. Hal ini mengingat bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya adalah beragama
yang terbingkai oleh berbagai macam kultur. Langkah ini akan dapat secara
langsung membentuk arah filsafati, pandangan dan tingkah laku mereka, yaitu
tidak hanya sebatas meletakkan kerangka instrumental etik dalam upaya
pelestarian lingkungan, tetapi juga dapat menumbuhkan kesadaran dalam diri kita
masing-masing akan pentinnya nilai instrinsik bagi alam atau lingkungan hidup
sebagai hak asasi yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Artinya bahwa dalam
dimensi etik lingkungan yang bersifat instrinsik, sikap kesadaran ekologikal
selalu mengembangkan “self transendent perspektif” (Sudjana, 1998:87-110). Yang
menuntu adanya pengujian efek dari kegiatan manusia terhadap lainnya, seperti
terhadap makhluk hidup, lingkungan alamiah, generasi mendatang dan keseimbangan
ekosistem lainnya.
Kesadaran etik dan self transcending memberikan
suatu dasar moralitas dan perspektif bagi terciptanya suatu masyarakat yang
lebih adil, damai, lebih partisippatoris dan bersifat sustainable. Hingga
akhirnya menimbulkan kesadaran bahwa kehidupan manusia dan lingkungan harus
dilestarikan dan ditingkatkan kualitasnya karena nilai instrinsiknya.
Solusi Dalam Perspektif Sistem Pendidikan: PKLH dan Kontribusinya Dalam
Sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peningkatan angka
pertumbuhan penduduk berdampak pada peningkatan kemerosotan kualitas
lingkungan. Akibat ulah manusia, penurunan kualitas lingkungan berlangsung
terus menerus. Lalu, seiring dengan perkembangan teknologi yang ditandai oleh
penggunaan beragam produk teknologi menyebabkan akselerasi kerusakan lingkungan
terutama di beberapa negara berkembang seperti Indonesia.
Untuk
mengatasi permasalahan kependudukan dan lingkungan, perlu pengenalan program PKLH
(Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup) baik terhadap masyarakat umum
maupun terhadap peserta didik di jalur pendidikan formal, jalur pendidikan
sekolah. PKLH sendiri diartikan sebagai suatu program kependudukan untuk
membina anak didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku
yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik
antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Pada masyarakat umum, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup dapat
diperkenalkan melalui jalur pendidikan informal seperti melalui kegiatan
keagamaan, perkumpulan profesi, PKK, karang taruna, atau penjelasan dan
informasi melalui media cetak dan elektronik.
Dengan
adanya pengenalan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup tersebut,
diharapkan manusia bisa lebih bijak didalam memanfaatkan dan mengelola sumber
daya alam yang ada. Sekaligus dapat menanamkan pada setiap individu khususnya
peserta didik dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup pengertian,
kesadaran, sikap dan perilaku yang rasional serta bertanggung
jawab terhadap berbagai aspek kehidupan manusia khususnya hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya.
Terkhusus
pada realitas kehidupan yang mengharuskan pemenuhan kehidupan manusia akan
sumber daya alam, alternatif utama sekarang ini yang bisa digunakan untuk
menjawab permasalahan itu adalah Pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip-prinsip
menuju masyarakat yang berkelanjutan yaitu merubah paradigma masyarakat dari
mentalitas frontier menjadi mentalitas masyarakat yang berkesinambungan dan
berusaha :
·
Menghormati
dan memelihara komunitas kehidupan
·
Memperbaiki
kualitas hidup manusia
·
Melestarikan
daya hidup dan keragaman bumi
·
Menghindari pemborosan sumber-sumber daya yang tak
terbarukan
·
Berusaha tidak melampaui batas kapasitas daya dukung bumi
·
Mengubah sikap dan gaya hidup orang
Penutup
Persoalan kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Terjadinya kerusakan lingkungan sehingga yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan sumber daya alam, dapat berdampak kepada kehidupan manusia secara makro. Sehingga dalam tataran selanjutnya, ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya alam dapat menyebabkan kehancuran seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan secara bijak guna tetap mempertahan kelestarian dan kualitas lingkungan. Konsep good governance adalah alternatif yang tepat, karena dengan konsep ini coba dilakukan penyeimbangan antara kuantitas pertumbuhan penduduk dengan segala kebutuhannya, dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan. Hingga akhirnya diperoleh suatu keseimbangan yang ideal antara laju pertumbuhan penduduk dengan kelestarian lingkungan. Selain itu PKLH dapat menjadi solusi bagi peningkatan penegtahuan masyarakat terhadap permasalahan kependudukan dan kaitannya dengan lingkungan hidup.
Daftar Pustaka
Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung
Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa Depan, Upaya Meniti
Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.
David M. Her. 1985. Masalah
Kependudukan di Negara Berkembang. Jakarta: Bina Aksara
Resosudarmo , Sudjiran, Kartawinata, Kuswata, Soegiarto
& Apriliani. 1987. Pengantar Ekologi. Jakarta: Remaja Karya
Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan
Pembangunan, Cetakan ke 5, Bandung: Penerbitan Djambatan
Wijono, Nur Hadi. 1998. Interaksi Penduduk dan Lingkungan,
Dalam Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1..
No comments:
Post a Comment