Thursday, January 26, 2012

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINGKAT PENCEMARAN UDARA AKIBAT SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINGKAT PENCEMARAN UDARA AKIBAT SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINGKAT PENCEMARAN UDARA AKIBAT SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN

PENDAHULUAN
Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup pelik untuk diatasi. Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Hal-hal tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota sehingga menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa ruang kota dan menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan samping di ruas-ruas jalan tertentu.
Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas udara. Kualitas udara di perkotaan sangat dipengaruhi oleh emisi gas pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Tingkat pencemaran udara memiliki relasi positif dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor di kawasan perkotaan. Besarnya peranan dan kontribusi kendaraan bermotor dalam pencemaran udara di kawasan perkotaan, menjadikan upaya pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai syarat utama dalam perencanaan dan penataan ruang. Penyediaan RTH merupakan salah satu unsur dalam penanganan pencemaran oleh kendaraan bermotor yang implementatif. Pentingnya pengadaan RTH di kawasan perkotaan menyebabkan Pemerintah melalui Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mewajibkan untuk menyediakan RTH sebesar 30% dari luas area.
RUANG TERBUKA HIJAU
(Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan)
Istilah dan Definisi Terkait RTH
·         Elemen lansekap, adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati; sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan elemen-elemen lainnya yang berbentuk padat maupun cair.
·         Garis sempadan, adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas.
·         Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
·         Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
·         Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
·         Kawasan perkotaan, adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
·         Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
·         Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
·         Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan.
·         Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah.
·         Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama.
·         Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras.
·         Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter.
·         Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter.
·         Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
·         Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
·         Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
·         Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
·         Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
·         Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
·         Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.
·         Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus.
·         Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.
·         Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
·         Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
·         Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat selain mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur hara. Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur sebelum penanaman tanaman yang tetap (permanen).
·         Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
·         Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.
·         Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.

Fungsi RTH
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
·         Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
¯         memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);
¯         pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;
¯         sebagai peneduh;
¯         produsen oksigen;
¯         penyerap air hujan;
¯         penyedia habitat satwa;
¯         penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
¯         penahan angin.
·         Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
¯         Fungsi sosial dan budaya:
- menggambarkan ekspresi budaya lokal;
- merupakan media komunikasi warga kota;
- tempat rekreasi;
- wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
¯         Fungsi ekonomi:
- sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur;
- bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lainlain.
¯         Fungsi estetika:
- meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
- menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
- pembentuk faktor keindahan arsitektural;
- menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidakterbangun.

Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.

Jenis-Jenis RTH
·         Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga.
·         Dari segi fungsi RTH dapat berfungsi secara ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi.
¯         Secara ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dll.
¯         Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU dsb.
¯         Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota.
¯         Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.
·         Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis.
¯         RTH dengan konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dsb.
¯         Sedangkan RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional.
·         Dari segi kepemilikan RTH dapat berupa RTH public yang dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau RTH privat (pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan pribadi.

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pada Kawasan Perkotaan (Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, Direktorat Jenderal Penataan Ruang)
a.       Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
·         ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
·         proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
·         apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.







 



















Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal.

b.       Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.

Tabel.1 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
No.
Unit Lingkungan
Tipe RTH
Luas Minimal/ Unit (m)
luas minimal/ kapita(m)
Lokasi
1
250 jiwa
Taman RT
250
1,0
ditengah Lingkungan RT
2
2500 jiwa
Taman RW
1250
0,5
dipusat kegiatan RW
3
30.000 jiwa
Taman Kelurahan
9000
0,3
dikelompokkan dengan sekolah/pusat kelurahan
4
120.000 jiwa
Taman Kecamatan
24000
0,2
dikelompokkan dengan sekolah/pusat kecamatan
Pemakaman
disesuaikan
1,2
tersebar
5
480.000 jiwa
taman kota
144000
0,3
dipusat wilayah/kota
hutan kota
disesuaikan
4,0
didalam/kawasan pinggiran
untuk fungsi-fungsi tertentu
disesuaikan
12,5
disesuaikan dengan kebutuhan
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

c.       Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.



Arahan Penyediaan RTH bagi kawasan permukiman
a.       RTH Taman Rukun Tetangga
Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam  lingkup 1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

b.      RTH Taman Rukun Warga
RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

c.       RTH Kelurahan
RTH kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal 0,30 m2 per penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m2. Lokasi taman berada pada wilayah kelurahan yang bersangkutan.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 25 (duapuluhlima) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.

d.      RTH Kecamatan
RTH kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m2 per penduduk kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m2. Lokasi taman berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk taman aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.

Kriteria Vegetasi RTH
a.       Kriteria Vegetasi untuk RTH Pekarangan Rumah Besar, Pekarangan Rumah Sedang, Pekarangan Rumah Kecil, Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
·                     memiliki nilai estetika yang menonjol;
·                     sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak konstruksi dan
·                     bangunan;
·                     tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran
·                     tidak mengganggu pondasi;
·                     ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain
·                     seimbang;
·                     jenis tanaman tahunan atau musiman;
·                     tahan terhadap hama penyakit tanaman;
·                     mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
·                     sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung.
b.       Kriteria Vegetasi untuk Taman Atap Bangunan dan Tanaman dalam Pot
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
·         tanaman tidak berakar dalam sehingga mampu tumbuh baik dalam pot atau bak tanaman;
·         relatif tahan terhadap kekurangan air;
·         perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu struktur bangunan;
·         tahan dan tumbuh baik pada temperatur lingkungan yang tinggi;
·         mudah dalam pemeliharaan.
                                                        


1.      Permukiman (Sumber: Undang-Undang Repoblik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman)
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk :
a.        memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
b.       mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
c.       memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
d.       menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang bidang lain.

Istilah dan Definisi Terkait Permukiman
Istilah dalam perumahan dan permukiman antara lain adalah sebagai berikut:
·         Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga;
·         Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempal tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;
·         Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;
·         Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
·         Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
·         Sarana lingkungan adalah fasililas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya;
·         Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;
·         Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan;
·         Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang;
·         Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
·         Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat Pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II.

Ciri Utama Permukiman
Dalam UU No. 4 tahun 1992, disebutkan pula bahwa ciri–ciri utama dari permukiman adalah sebagai berikut:
·         Mayoritas peruntukan adalah hunian
·         Fasilitas yang dikembangkan lebih pada pelayanan skala lingkungan (neighbourhood)
·         Luas kawasan yang dikembangkan lebih kecil dari 1000 Ha
·         Kebutuhan fasilitas perkotaan bagi penduduk kawasan hunian skala besar masih tergantung atau memanfaatkan fasilitas perkotaan yang berada di pusat kota.


A.           METODOLOGI PENELITIAN
Meliputi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan , tahap pengumpulan data, serta tahapan analisis. Adapun hanya tahap pertama yang akan dibahas dalam proposal ini. Tahap persiapan merupakan tahapan yang penting karena tahap ini merupakan tahapan dasar yang menentukan keberlangsungan proses berikutnya. Adapun tahap persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tahapan berikut:
a.       Sumber masalah
Masalah didefinisikan sebagai penyimpangan dari apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Masalah keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di permukiman perkotaan diawali dari adanya peningkatan jumlah penduduk, baik yang terjadi secara alami, maupun akibat migrasi serta proses pengkotaan yang berlangsung cepat.
b.      Rumusan masalah
Ruang Terbuka Hijau yang kuantitasnya semakin berkurang seiring dengan tingginya tingkat urbanisasi kota besar yang mengakibatkan gencarnya konversi guna lahan dari lahan terbuka menjadi lahan terbangun. Untuk itu perlu dilakukan kajian terkait keberadaan Ruang Terbuka Hijau, baik penilaiannya secara kuantitas maupun kualitas agar dapat menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan terkait Rung Hijau Perkotaan di masa yang akan datang. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pada Berbagai Tipe Permukiman di Kota Semarang?”
c.       Merumuskan hipotesis
Untuk menjawab rumusan masalah yang bersifat sementara maka, dapat diberikan solusi dengan membaca referensi teoritis yang relevan dengan masalah dan berfikir. Selain itu, penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah (hipotesis). Jadi, jika jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual), maka jawaban tersebut disebut hipotesis.
d.      Metode penelitian
Untuk menguji hipotesis, dapat digunakan strategi/pendekatan/desain penelitian yang sesuai. Pertimbangan dalam memilih metode tingkat ketelitian data yang diharapkan dan konsisten yang dikehendaki. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan melakukan perbandingan variabel-variabel berdasarkan data dengan standar dan acuan yang bersifat kuantitatif.


B.           KAJIAN PENURUNAN KUALITAS RTH
Penurunan kualitas ruang terbuka public, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota-kota besar luasan RTH telah berkurang dari 35% pada awal tahun 1970an menjadi kurang dari 10% pada saat ini.  RTH yang ada sebagian besar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kawasan permukiman baru.
Perencanaan tata ruang wilayah perkotaan berperan sangat penting dalam pembentukan ruang-ruang publik terutama RTH di perkotaan pada umunya dan di kawasan permukiman pada khususnya. Perencanaan tata ruang permukiman seyogyanya dimulai dengan mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus diselamatkan (kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian lingkungan, dan kawasan-kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana (prone to natural hazards) seperti gempa, longsor, banjir maupun bencana alam lainnya. Kawasan-kawasan inilah yang harus kita kembangkan sebagai ruang terbuka, baik hijau maupun non-hijau.
Issue yang berkaitan dengan ruang terbuka publik atau ruang terbuka hijau secara umum terkait dengan beberapa tantangan tipikal perkotaan, seperti menurunnya kualitas lingkungan hidup di kawasan kota dan di lingkungan permukiman warga, bencana banjir/ longsor dan perubahan perilaku sosial masyarakat yang cenderung kontra-produktif dan destruktif seperti kriminalitas dan vandalisme.
Dari aspek kondisi lingkungan hidup, rendahnya kualitas air tanah, tingginya polusi udara dan kebisingan di perkotaan, merupakan hal-hal yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan keberadaan RTH secara ekologis. Di samping itu tingginya frekuensi bencana banjir dan tanah longsor di perkotaan dewasa ini juga diakibatkan karena terganggunya sistem tata air karena terbatasnya daerah resapan air dan tingginya volume air permukaan (run-off). Kondisi tersebut secara ekonomis juga dapat menurunkan tingkat produktivitas, dan menurunkan tingkat kesehatan dan tingkat harapan hidup masyarakat. Secara sosial, tingginya tingkat kriminalitas dan konflik horizontal di antara kelompok masyarakat perkotaan secara tidak langsung juga dapat disebabkan oleh kurangnya ruang-ruang kota yang dapat menyalurkan kebutuhan interaksi sosial untuk pelepas ketegangan yang dialami oleh masyarakat perkotaan. Rendahnya kualitas lingkungan perumahan dan penyediaan ruang terbuka publik, secara psikologis telah menyebabkan kondisi mental dan kualitas sosial masyarakat yang makin buruk dan tertekan.
Sementara itu secara teknis, issue yang berkaitan dengan penyelenggaraan RTH di perkotaan antara lain menyangkut terjadinya sub-optimalisasi penyediaan RTH baik secara kuantitatif maupun kualitatif, lemahnya kelembagaan dan SDM, kurangnya keterlibatan stakeholder dalam penyelenggaraan RTH, serta terbatasnya ruang/ lahan di kawasan permukiman yang dapat digunakan sebagai RTH. Sub-optimalisasi ketersediaan RTH terkait dengan kenyataan masih kurang memadainya proporsi wilayah yang dialokasikan untuk ruang terbuka, maupun rendahnya rasio jumlah ruang terbuka per kapita yang tersedia. Sedangkan secara kelembagaan, masalah RTH juga terkait dengan belum adanya aturan perundangan yang memadai tentang RTH, serta pedoman teknis dalam penyelenggaraan RTH sehingga keberadaan RTH masih bersifat marjinal. Di samping itu, kualitas SDM yang tersedia juga harus ditingkatkan untuk dapat memelihara dan mengelola RTH secara lebih professional.

Penentuan Luasan Ruang Terbuka Hijau dan Contoh Penentuan RTH di Berbagai Wilayah
Penentuan luas ruang terbuka hijau ada yang mengacu pada jumlah penduduk dan kebutuhan ruang gerak per individu. Di Malaysia luasan hutan kota ditetapkan seluas 1,9 M2/penduduk; di Jepang ditetapkan sebesar 5,0 M2/penduduk; Dewan kota Lancashire Inggris menetapkan 11,5 M2/penduduk; Amerika menentukan luasan hutan yang lebih fantastis yaitu 60 M2/penduduk; sedangkan DKI Jakarta mengusulkan luasan taman untuk bermain dan berolah raga sebesar 1,5 M2/penduduk (Green for Life: 2004). Perhitungan dengan issu kebutuhan oksigen tersebut mudah diterima secara logis sehingga akan diperoleh luasan ruang terbuka hijau sesuai dengan jumlah penghuninya. Semakin besar penduduk semakin luas RTH yang harus tersedia.

Upaya Peningkatan Kualitas dan Kuantitas RTH
Ruang terbuka hijau sebaiknya ditanami pepohonan yang mampu mengurangi polusi udara secara signifikan. Dari penelitian yang pernah dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Departemen Pekerjaan Umum (kini Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah) di laboratoriumnya di Bandung, dan di berbagai tempat di Bogor, Bandung, dan Jakarta, diketahui ada lima tanaman pohon dan lima jenis tanaman perdu yang bisa mereduksi polusi udara. Menurut penelitian di laboratorium, kelima jenis pohon itu bisa mengurangi polusi udara sekitar 47 – 69%. Kelima pohon itu antara lain:
·         Pohon felicium (Filicium decipiens),
·         Mahoni (Swietenia mahagoni),
·         Kenari (Canarium commune),
·         Salam (Syzygium polyanthum),
·         Anting-anting (Elaeocarpus grandiforus).

Sementara itu, jenis tanaman perdu yang baik untuk mengurangi polusi udara adalah:
·         Puring (Codiaeum variegiatum),
·         Werkisiana,
·         Nusa indah (Mussaenda sp),
·         Soka (Ixora javanica),
·         Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis).
Upaya yang sama bisa pula dilakukan warga kota di halaman rumah masing-masing. Dengan penanaman pohon atau tanaman perdu tadi, selain udara menjadi lebih sejuk, polusi udara juga bisa dikurangi. Untuk menutupi kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah, setiap keluarga bisa melengkapi rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman, dengan sumur resapan. Dengan sumur resapan itu, air hujan yang turun tidak terbuang percuma, tetapi ditampung di tanah. Sumur resapan merupakan sistem resapan buatan yang dapat menampung air hujan, baik dari permukaan tanah maupun dari air hujan yang disalurkan melalui atap bangunan. Bentuknya dapat berupa sumur, kolam dengan resapan, dan sejenisnya. Pembuatan sumur resapan ini sekaligus akan mengurangi debit banjir dan gena-ngan air di musim hujan.
Salah satu contoh upaya yang baik untuk mengembalikan kualitas dan kuantitias RTH yang dapat diterapkan di lingkungan permukiman adalah beberapa kebijaksanaan perencanaan oleh pemerintah Kota Malang dalam menjaga keseimbangan ekologi lingkungan sebagai berikut:
          Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan RTH yang cukup yaitu:
¯         Untuk kawasan yang padat, minimum disediakan area 10 % dari luas total kawasan.
¯         Untuk kawasan yang kepadatan bangunannya sedang harus disediakan ruang terbuka hijau minimum 15 % dari luas kawasan.
¯         Untuk kawasan berkepadatan bangunan rendah harus disediakan ruang terbuka hijau minimum 20 % terhadap luas kawasan secara keseluruhan.
          Pada kawasan terbangun kota, harus dikendalikan besaran angka Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sesuai dengan sifat dan jenis penggunaan tanahnya. Secara umum pengendalian KDB dan KLB ini adalah mengikuti kaidah semakin besar kapling bangunan, nilai KDB dan KLB makin kecil, sedangkan semakin kecil ukuran kapling, maka nilai KDB dan KLB akan semakin besar.
          Untuk mengendalikan kualitas air dan penyediaan air tanah, maka bagi setiap bangunan baik yang telah ataupun akan membangun disyaratkan untuk membuat sumur resapan air. Hal ini sangat penting artinya untuk menjaga agar kawasan terbangun kota, tinggi muka air tanah agar tidak makin menurun. Pada tingkat yang tinggi, kekurangan air permukaan ini akan mampu mempengaruhi kekuatan konstruksi bangunan.
          Untuk meningkatkan daya resap air ke dalam tanah, maka perlu dikembangkan kawasan resapan air yang menampung buangan air hujan dari saluran drainase. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah dengan membuat kolam resapan air pada setiap wilayah tangkapan air.
          Untuk kawasan pemukiman sebaiknya jarak maksimum yang ditempuh menuju salah satu jalur angkutan umum adalah 250 meter.


C.           KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.      Kesimpulan
Kecenderungan terjadinya penurunan kualitas ruang terbuka public di kawasan permukiman, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. RTH yang ada sebagian bersar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kawasan permukiman baru. Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang cukup terhadap keberadaan ruang terbuka public, khususnya RTH. Beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain membuat peraturan tentang standar penataan ruang berkaitan dengan penyediaan ruang terbuka hijau, serta upaya-upaya dalam skala kecil yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri seperti menanam pohon atau tanaman perdu, selain udara menjadi lebih sejuk, polusi udara juga bisa dikurangi. Untuk menutupi kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah, setiap keluarga bisa melengkapi rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman, dengan sumur resapan.

2.      Rekomendasi
Beberapa upaya yang harus dilakukan oleh Pemerintah antara lain adalah:
                                                                         Melakukan revisi UU 24/1992 tentang penataan ruang untuk dapat lebih mengakomodasikan kebutuhan pengembangan RTH;
                                                                         Menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan (NSPM) untuk peyelenggaraan dan pengelolaan RTH;
                                                                         Menetapkan kebutuhan luas minimum RTH sesuai dengan karakteristik kota, dan indikator keberhasilan pengembangan RTH suatu kota;
                                                                         Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentangnya pentingnya RTH melalui gerakan kota hijau (green cities);
                                                                         Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih meningkatkan peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk kerjasama yang saling menguntungkan;
                                                                         Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai jenis dan bentuk yang ada di beberapa wilayah kota.

Oleh : Dyah Ayu Putri Kusuma, ST.
Magister Ilmu Lingkungan Undip –Isu Lingkungan Dalam Pembangunan






No comments:

Post a Comment