Thursday, January 26, 2012

Tantangan Perkotaan : Sebuah Resume "Our Common Future"


BAB 9
TANTANGAN PERKOTAAN
Dyah Ayu Putri Kusuma
Magister Ilmu Lingkungan_debora.dyahayu@gmail.com

I.        Pertumbuhan Kota-Kota
Abad ini sering disebut sebagai abad “revolusi perkotaan”, dimana jumlah penduduk perkotaan meningkat dengan jumlah yang signifikan. Di negara-negara jumlah penduduk perkotaan meningkat dua kali lipat, sedangkan di negara berkembang jumlahnya meningkat hingga empat kali lipat. Disisi lain, jumlah penduduk pedesaan pun meningkat dengan signifikan, sekitar dua kali lipat. Hal ini menimbulkan kekuatiran akan munculnya megacity utamanya dinegara-negara berkembang jika laju urbanisasi tidak juga dapat diperlambat. Proyeksi ini menunjukkan besarnya tantangan perkotaan di negara-negara berkembang pada masa yang akan datang,hal ini dikarenakan tingginya tingkat urbanisasi dan laju pertumbuhan penduduk yang terjadi harus diimbangi peningkatan kapasitas suatu kota untuk menghasilkan dan mengelola infrastruktur, pelayanan, dan perumahan perkotaan yang ditujukan bagi kehidupan manusia yang memadai seperti air bersih, sanitasi, sekolah dan transportasi.
Keterbatasan pemerintah kota di negara-negara berkembang dalam hal stabiltas ekonomi, wewenang, sumber daya dan tenaga terlatih untuk melayani penduduk mereka yang berkembang secara cepat menjadikan munculnya kemungkinan krisis bagi kota-kota Dunia Ketiga. Dampak yang mungkin ditimbulkan antara lain adalah menjamurnya permukiman liar dengan fasilitas minim; munculnya berbagai macam penyakit akibat kondisi lingkungan yang buruk (seperti penyakit pernapasan akut, tbc, parasit usus, dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan buruknya tingkat sanitasi dan air minum yang terkontaminasi) dan biasanya bersifat endemik; masalah pencemaran udara, air, kebisingan dan limbah padat; penataan ruang kota yang berbasis ekonomi yang menciptakan kesenjangan antara pembangunan berkelanjutan dengan kebutuhan perkotaan akan ruang untuk menampung segala kegiatan yang terjadi di dalamnya.
Sedangkan situasi yang ada di kota-kota negara industri juga mengisyaratkan hal yang serius, antara lain mereka harus menghadapi kondisi infrastruktur yang memburuk, perusakan lingkungan, inner-city decay dan melemahnya ikatan kerukuntetanggaan, terperangkapnya golongan rasial tertetu/sukual dalam spiral degradasi dan kemiskinan. Akan tetapi sebagian besar negara industri memiliki cara dan sumber daya untuk mengatasi berbagai permasalahan ini, seperti kepemilikan teknologi maju, kondisi perekonomian nasional yang kuat dan infrastruktur kelembagaan yang baik. Beberapa permasalahan yang sudah teratasi antara lain permasalahan permukiman perkotaan yang berada di tengah-tengah pencemaran yang berat walaupun dengan kecepatan pemulihan yang cenderung bervariasi antara dan di dalam kota; perbaikan kualitas udara akibat berkurangnya emisi partikel dan sulfur oksida; menurunnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor, standar emisi bagi kendaraan baru yang diperketat, meningkatnya penghematan penggunaan bahan bakar, membaiknya sistem pengelolaan lalu lintas sangat membantu mengurangi dampak lalulintas perkotaan di negara indutri. Hal ini berebeda dengan kondisi negara berkembang, yang diindikasikan akan menghadapi krisis perkotaan yang berat.

II.      Tantangan Perkotaan di Negara-Negara Berkembang
Dalam suatu negara, terdapat pusat-pusat pertumbuhan yang saling terhubung melalui jaring-jaring ekonomi dan jaring-jaring sosial. Sangan ideal jika antar jaring-jaring tersebut terdapat keseimbangan, karena ketidakseimbangan yang diakibatkan oleh munculnya satu atau dua kota besar yang mengalami pertumbuhan mencolok akan mengakibatkan perbedaan antarregional. Beberapa kebijakan seperti kebijakan makroekonomi, kebijakan sektoral, dan kebijakan sosial seringkali bertentangan dengan prinsip desentralisasi yang diharapkan.
Dengan adanya strategi yang jelas, semua bangsa dapat mulai mereorientasikan kebijaksanaan ekonomi sentral dan kebijaksanaan sektoral utamanya yang sekarang menciptakan tumbuhnya megakota, memburuknya kondisi perkotaan negara-negara Dunia Ketiga, dan memicu munculnya kemiskinan. Strategi nasional yang jelas dapat pula secara efektif meningkatkan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan perkotaan kecil dan sedang, memperkokoh pemerintah daerah, serta mendirikan fasilitas dan jasa yang diperlukan untuk menarik investasi bagi percepatan pembangunan “daerah belakang”.
Pembangunan perkotaan bukan hal yang sifatnya linier atau hanya berpatokan pada model standar, peluang pembangunan pun sifatnya spesifik bagi setiap kota, untuk itulah peran pemerintah daerah sangat diperlukan. Meskipun bantuan teknik dari lembaga-lembaga di pusat mungkin diperlukan, hanya pemerintah daerah yang kuat yang akan dapat memastikan bahwa kebutuhan, kebiasaan, bentuk kota, prioritas sosial, dan kondisi lingkungan daerah tersebut tercermin dalam perencanaan daerah bagi pembangunan perkotaan. Namun tantangan terbesar yang dihadapi oleh pemerintah daerah di negara berkembang adalah kesulitan untuk mendapatkan pendapatan yang cukup untuk membiayai pengeluaran rutin, apalagi untuk melakukan investasi baru untuk meningkatkan pelayanan dan fasilitas. Dalam dasawarsa terakhir diindilasi adanya kecenderungan pemerintah pusat malah mengurangi kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam nilai nyata, hal inilah yang semakin menguatnya sentralisasi dan berlanjutnya kelemahan baik di tingkat pemerintah pusat maupun tingkat daerah.
Perkotaan secara terbatas menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduknya, sehingga penduduk harus menciptakan sumber pendapatan mereka sendiri. Upaya masyarakat itu menghasilkan pertumbuhan yang cepat yang disebut “sektor informal”. Untuk itu masalah sebenarnya bagi penduduk perkotaan bukanlah kekurangan pekerjaan (underemployment) namun lebih bersifat rendahnya pembayaran (underpayment). Peran pemerintah sangat diperlukan dalam mendukung adanya sektor informal yang membantu mempercepat pertumbuhan kota, antara lain dengan menjadi rekan dan sponsor masyarakat yang menjadi pembangun utama kota mereka sendiri.
Permukiman perkotaan bagi penduduk miskin memiliki tiga ciri antara lain akomodasi yang tidak memiliki infrastruktur yang lengkap dan memadai atau sama sekali tidak ada; penghuninya tinggal berdesak-desakan sehingga memudahkan berjangkitnya penyakit menular ; penduduk miskin biasanya membangun diatas tanah yang bukan diperuntukkan bagi kawasan permukiman perkotaan akibat keterbatasan kemampuan ekonomi. Dengan kecenderungan urbanisasi seperti yang telah dijelaskan diawal, pemerintah harus mengambil langkah nyata dan ikut campur dalam hal penyediaan perumahan bagi kaum miskin perkotaan. Perbaikan besar dalam berbagai bidang terkait pennyediaan permukiman bagi kaum miskin perkotaan memang membutuhkan biaya yang besar, namun dapat pula ditempuh strategi yang relatif murah dengan mendorong golongan masyarakat berpendapat rendah untuk berpartisipasi penuh dalam menentukan apa yang mereka butuhkan, dalam menentukan sumbangan apa yang dapat mereka berikan pada pelayanan baru tersebut, dan dalam mengerjakan pekerjaan dengan tenaga mereka sendiri. Kerjasama ini bergantung pada terbentuknya hubungan baru antara warga dengan pemerintah yang disebutkan pada paragraf sebelumnya.
Pemanfaatan sumberdaya secara maksimal juga dapat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi krisis perkotaan, hal ini dikarenakan pemanfaatan lahan perkotaan yang tepat dan efektif akan menigkatkan nilai lahan dan juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat kota. Hal ini pun sifatnya sangat spesifik bagi tiap kota, sehingga sebaiknya wewenang pemerintah daerah dalam memaksimalkan potensi sumberdaya dan lahan perkotaan diberi ruang yang lebih luas.

III.                Kerjasama Internasional
Kerjasama antar negara-negara berkembang secara bersama-sama dapat berbuat banyak untuk mengembangkan berbagai gagasan kebijaksanaan, program, dan lembaga yang diperlukan untuk mengatasi krisis perkotaan yang sama-sama dialami. Selain kerjasama antar negara berkembang, kerjasama internasional pun sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan banyak badan teknik dibawah PBB yang memiliki landasan pengetahuan yang tepat untuk memainkan peranan penting berupa memberi saran dan dukungan kepada pemerintah, sehingga krisis perkotaan yang menjadi tantangan bagi negara-negara berkembang dapat diatasi.








Halaman 459-472
Menanam Investasi Untuk Hari Depan Kita
Ditinjau dari segi ekonomi, perkembangan kota-kota besar baik di negara maju maupun berkembang yang merusak lingkungan dapat menimbulkan biaya lingkungan. Biaya lingkungan sendiri dibedakan menjadi biaya pencegahan dan biaya penanggulangan/ biaya pemulihan. Negara-negara berkembang yang tidak menginvestasikan sebagian dari biaya pembangunan untuk biaya pencegahan kerusakan lingkungan, akan membayar lebih besar untuk biaya pemulihan akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Biaya pencegahan kerusakan lingkungan dapat nyata dilakukan oleh industri dengan mengembangkan produk baru, proses baru, dan penggunaan sumber daya lainnya yang lebih sedikit per satuan keluaran.
Negara-negara berkembang membutuhkan peningkatan dukungan keuangan yang berasal dari sumber-sumber internasional bagi pemulihan kembali, perlindungan, dan perbaikan lingkungan, serta untuk membantu negara berkembang melewati periode transisi yang diperlukan bagi pembangunan berkesinambungan. Badan PBB melalui Bank dunia, IMF, Masyarakat Ekonomi Eropa, organisasi Negara Pengekspor Minyak, dan badan-badan PBB lainnya dapat menjadi alat utama bagi kerjasama pembangunan antara negara-negara industri dan negara berkembang. Antara lain terdapat dua hal yang dapat dilakukan terkait hal ini :
1.      Reorientasi lembaga-lembaga keuangan multilateral
Dalam melakukan dukungan keuangan bagi negara-negara berkembang dalam bidang lingkungan, lembaga-lembaga keuangan multilateral memiliki landasan. Pada tahun 1980, telah disahkan suatu Deklarasi Kebijakan Lingkungan dan Prosedur Yang Berkaitan dengan Pembangunan Ekonomi. Sejak itu mereka telah mengadakan pertemuan dan konsultasi melalui Komite Lembaga Pembangunan Internasional untuk Lingkungan (Committee of International Development Institutions on the Environment, CIDIE). Sebagian telah memiliki kebijaksanaan dan pedoman proyek yang jelas untuk memasukkan pertimbangan dan asesmen lingkungan ke dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mereka, namun hanya sedikit yang telah menunjuk staf berikut sumberdaya untuk mengimplementasikannya.
2.      Pengorientasian kembali badan-badan bantuan bilateral
Total bantuan pembangunan resmi yang disalurkan melalui badan-badan bantuan bilateral saat ini hampir mencapai empat kali lipat daripada yang disalurkan melalui organisasi-organisasi internasional. Usulan program bagi bantuan bilateral khusus dalam sektor pertanian, kehutanan, energi, industri, permukiman penduduk dan sumberdaya genetik untuk mendukung pembangunan berkesinambungan.
3.      Sumber-sumber penerimaan baru dan pendanaan otomatis
Sumber penerimaan baru yang dapat dijadikan bahan pertimbangan antara lain adalah sumbangan sukarela. Sumbangan ini diberikan secara sukarela dari para pemerintah dengan memberikan keluwesan pada sistem penerimaan, namun sumbangan itu tidak dapat disesuaikan dengan segera untuk memenuhi kebutuhan baru atau kebutuhan yang meningkat. Dan karena sifatnya yang sukarela, arus dana tersebut sukar diperhitungkan. Komitmennya pun juga berjangka sangat pendek, karena janji-janji kesediaannya biasanya dibuat hanya satu atau dua tahun di muka. Akibatnya, dana sukarela tersebut memberikan sedikit keamanan atau landasan bagi perencanaan yang efektif dan pengelolaan aksi internasional yang memerlukan upaya berjangka lebih panjang. Dengan adanya berbagai keterbatasan tersebut, maka perlu dipertimbangkan bermacam pendekatan baru maupun sumber-sumber penerimaan baru bagi pendanaan aksi internasional yang mendukung pembangunan berkesinambungan. Berbagai sumber potensi penerimaan baru antara lain:
·         Penerimaan dari pemanfaatan bagian bumi milik bersama (dari penangkapan ikan dan transportasi di laut, dari penambangan dasar laut, sumberdaya di antartika,dll)
·         Pajak terhadap perdagangan internasional (seperti pajak perdagangan umum, pajak terhadap ekspor yang invisible, terhadap surplus neraca perdagangan,dll)
·         Tindakan-tindakan keuangan internasional (misalnya hubungan antara special drawing rights dan keuangan pembangunan, cadangan dan penjualan emas milik IMF)


No comments:

Post a Comment